Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai pengertian taharah, najis, dan hadas.
A. Pengertian Taharah
Bagi seorang muslim, taharah sangatlah penting. Taharah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan suci; bersih; kesucian badan yang diwajibkan bagi orang yang beribadat. Bertaharah digunakan seorang muslim supaya menghilangkan najis dan hadas. Ketika membersihkan diri dari najis disebut istinja yang maknanya membersihkan dubur atau kemaluan sebelum berwudu. Sementara itu ketika membersihkan diri dari hadas bisa ditempuh dengan wudu, mandi janabat, maupun tayamum. Adapun mengenai taharah, Rasulullah menerangkan bahwa bersuci adalah bagian dari iman. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-1
صحيح مسلم ٣٢٨: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ. كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو، فَبَايِعٌ نَفْسَهُ. فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا.
Artinya: Shahih Muslim nomor 328: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Habban bin Hilal, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya bahwa Zaid, telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Sallam telah menceritakan kepadanya dari Abu Malik al-Asy'ari dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Thahur (bersuci) itu bagian dari iman, ucapan Alhamdulillâh memperberat timbangan (kebaikan), ucapan Subhanallah dan ucapan Alhamdulillâh memenuhi ruangan antara langit dan bumi, salat adalah nur (cahaya), sedekah adalah burhan ”bukti nyata”, sabar adalah pelita dan Al-Qur’an adalah ”hujjah” argumen yang membela atau justru yang menuntutmu. Semua orang berusaha. Ia pertaruhkan (menjual) dirinya. Apakah ia akan membebaskan dirinya ataupun justru menghancurkannya’.”
Kata thahur, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas, maknanya adalah bersuci, dan taharah asal maknanya adalah al-nadhafah (kebersihan) dan al-nazahah (ketulusan, kesucian). Selain itu, kata thahur juga ada di dalam Al-Qur’an sebagaimana berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
۞ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهٖٓ اِلَّآ اَنْ قَالُوْٓا اَخْرِجُوْٓا اٰلَ لُوْطٍ مِّنْ قَرْيَتِكُمْۙ اِنَّهُمْ اُنَاسٌ يَّتَطَهَّرُوْنَ. النمل: ٥٦
Artinya: Jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan, “Usirlah Lut dan pengikutnya dari negerimu! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu menyucikan diri (dari perbuatan keji).” (QS. An-Naml/27: 56)
Tafsir Ringkas Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa teguran Nabi Lut tidak digubris sedikit pun oleh kaumnya, bahkan mereka menganggapnya sebagai teguran yang tidak wajar untuk ditanggapi. Oleh karena itu, jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan kepada sesama yang durhaka, “Usirlah Lut dan keluarganya serta para pengikutnya dari negeri tempat tinggal-mu; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang terus menerus menganggap dirinya suci sehingga tidak sudi ikut bersama kita.” Hal tersebut menunjukkan bahwa Nabi Lut dan keluarganya serta para pengikutnya adalah orang-orang yang lurus akidahnya. Oleh sebab itu, taharah secara bahasa adalah mensucikan diri, sedangkan secara istilah taharah adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan diri agar dapat terhindar dari hadas maupun najis. Adapun yang dimaksud suci adalah terhindar dari kotoran najis meliputi badan, pakaian, serta tempat. Bersuci meliputi kesucian lahir dan batin, artinya suci badan, tutur, dan batinnya.
B. Pengertian Najis
Kita sebagai umat muslim tentu perlu betul-betul memahami seputar najis. Sebab kita tahu bahwa keberadaan najis ini perlu dihilangkan dari diri kita. Najis atau al-rijs adalah sesuatu hal yang dipandang kotor oleh hukum agama Islam. Kata najis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah. Salin itu juga diartikan kotoran (tinja, air kencing). Kata al-rijs terdiri dari huruf ra’, jim, dan sin yang pada mulanya menunjukkan arti ikhthilath (percampuran/ kekacauan/ kekusutan/ ketidakteraturan). Melalui kata tersebut muncul kalimat رَجَسَتِ السَّمَاءُ artinya langit itu bergemuruh atau berpetir. Kamus Lisan Al-‘Arab bahwa Ibnu Manzhur menerangkan al-rijs ialah sebagai berikut.
رجس: الرِّجْسُ: القَذَرُ، وقيل: الشيء القَذِرُ. ورَجُسَ الشيءُ يَرْجُسُ رَجاسَةً، وإِنه لَرِجْسٌ مَرْجُوس، وكلُّ قَذَر رِجْسٌ. لسان العرب لابن منظور
Artinya: Rijs: Ar-rijsu artinya kotor, dan dikatakan “sesuatu yang kotor”, dan sesuatu telah kotor. setiap kekotoran ialah rijsun. (Lisan Al-‘Arab, Ibnu Manzhur)
C. Macam Najis
Apabila disimak lebih detil dari Al-Qur’an maupun As-Sunah, najis terbagi menjadi tiga macam najis. Tiga najis yang dimaksud adalah najis akidah, najis untuk dikonsumsi (dimakan/ diminum), dan najis karena sentuhan. Adapun penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut.
1. Najis Akidah
Najis akidah adalah dalam arti kotor dalam kepercayaan atau keyakinan. Najis ini adalah najis yang ada pada diri orang-orang kafir maupun musyrik. Mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah sehingga akidahnya tidak lurus ataupun bengkok. Adapun ayat Al-Qur’an yang memuat hal tersebut dapat dijumpai pada beberapa ayat berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
سَيَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَكُمْ اِذَا انْقَلَبْتُمْ اِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ اِنَّهُمْ رِجْسٌۙ وَّمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ. التوبة: ٩٥
Artinya: Mereka akan bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah ketika kamu kembali kepada mereka agar kamu berpaling dari mereka. Maka, berpalinglah dari mereka. Sesungguhnya mereka (berjiwa) kotor dan tempat mereka (neraka) Jahanam sebagai balasan atas apa yang selama ini mereka kerjakan. (QS. At-Taubah/9: 95)
Dalil Al-Qur’an Ke-3
وَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا اِلٰى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوْا وَهُمْ كٰفِرُوْنَ. التوبة: ١٢٥
Artinya: Adapun (bagi) orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit,340) (surah yang turun ini) akan menambah kekufuran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir. (QS. At-Taubah/9: 125)
Catatan: 340) Penyakit batin pada ayat ini meliputi kekufuran, kemunafikan, keragu-raguan, dan sebagainya.
Dalil Al-Qur’an Ke-4
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ حُرُمٰتِ اللّٰهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۗ وَاُحِلَّتْ لَكُمُ الْاَنْعَامُ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْاَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوْا قَوْلَ الزُّوْرِ ۙ. الحج: ٣٠
Artinya: Demikianlah (petunjuk dan perintah Allah). Siapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt)500) lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Semua hewan ternak telah dihalalkan bagi kamu, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya). Maka, jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhi (pula) perkataan dusta. (QS. Al-Hajj/22: 30)
Catatan: 500) Arti yang terhormat (ḥurumāt) pada ayat ini ialah bulan haram (Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, Rajab), tanah haram, dan maqam Ibrahim.
Hadis Ke-2
سنن الترمذي ٣٨٠٦: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَّلَ عَلَى الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَعَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ كِسَاءً ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي أَذْهِبْ عَنْهُمْ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأَنَا مَعَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهُوَ أَحْسَنُ شَيْءٍ رُوِيَ فِي هَذَا الْبَابِ وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَأَبِي الْحَمْرَاءِ وَمَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ وَعَائِشَةَ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 3806: Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Zubaid dari Syahr bin Hausyab dari Ummu Salamah bahwa Nabi SAW menyelimuti Hasan, Husain, Fathimah, dan Ali, dengan kain, kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, mereka semua adalah ahli baitku, dan orang-orang terdekatku. Oleh karena itu, bersihkanlah diri mereka dari kotoran (dosa) dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya." Maka Ummu Salamah mengatakan: "(Bolehkah) saya bersama dengan mereka wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya dirimu berada dalam kebaikan." Abu Isa berkata: "Hadis ini adalah hadis hasan shahih, dan ini adalah riwayat terbaik dalam bab ini. Dan dalam bab ini juga, ada riwayat dari Umar bin Abu Salamah, Anas bin Malik, Abu Al Hamra` dan Ma'qil bin Yasar serta Aisyah."
Terjemah Al-Quran pada ulasan ini menggunakan terjemah Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2019. Kata dalam ayat Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 95 dan 125, serta Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 30 yang dicetak tebal, semuanya memiliki akar kata rijs (رجس) yang artinya kotor. Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 95, kata “rijsun” artinya kotor. Catatan pada Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 125 menyatakan bahwa kata “rijsan” yang diartikan penyakit batin meliputi kekufuran, kemunafikan, keragu-raguan, dan sebagainya. Al-Qur’an surat Al-Hajj, kata “ar-rijsa” artinya adalah najis. Hadis riwayat Tirmidzi nomor 3806 kata “ar-rijsa” berarti kotoran atau dosa. Oleh sebab itu, maka bisa dipahami bahwa najis akidah adalah kekotoran dalam keyakinan seseorang karena ingkar pada Allah ataupun menyekutukan Allah dengan berlaku syirik. Najis ini apabila ada pada diri seseorang adalah termasuk dosa besar. Najis ini hendaknya dihilangkan pada diri seorang hamba sehingga akidahnya lurus. Caranya adalah dengan beriman dan berislam, serta membuktikan keimanannya dengan amal salih.
2. Najis untuk Dikonsumsi
Najis untuk dikonsumsi artinya adalah benda-benda haram untuk dimakan atau diminum. Najis ini menerangkan perkara apa saja yang dilarang untuk dikonsumsi, baik dimakan ataupun diminum. Kosekuensi mengonsumsi najis ini adalah dosa. Adapun berbagai dalil yang menunjukkan eksistensi pengertian najis untuk dimakan pada Al-Qur’an dan As-Sunah adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-5
قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. الانعام: ١٤٥
Artinya: Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali (daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia najis, atau yang disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak melebihi (batas darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An'am/6: 145)
Dalil Al-Qur’an Ke-6
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. الماۤئدة: ٩٠
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (QS. Al-Ma'idah/5: 90)
Hadis Ke-3
صحيح البخاري ٣٨٧٧: أَخْبَرَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: صَبَّحْنَا خَيْبَرَ بُكْرَةً فَخَرَجَ أَهْلُهَا بِالْمَسَاحِي فَلَمَّا بَصُرُوا بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا مُحَمَّدٌ وَاللَّهِ مُحَمَّدٌ وَالْخَمِيسُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُ أَكْبَرُ خَرِبَتْ خَيْبَرُ إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ { فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذَرِينَ }، فَأَصَبْنَا مِنْ لُحُومِ الْحُمُرِ فَنَادَى مُنَادِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 3877: Telah mengabarkan kepada kami Shadaqah bin Al Fadlal, telah mengabarkan kepada kami Ibnu 'Uyainah, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik RA, ia berkata: Kami hendak menyerang Khaibar hingga awal pagi. Ketika penduduk Khaibar keluar dengan membawa keranjang-keranjang mereka, dan mereka melihat Nabi SAW, mereka berkata: "Muhammad, demi Allah, Muhammad dan pasukannya." Maka Nabi SAW bersabda: "Allahu Akbar. Hancurlah Khaibar. Sesungguhnya kami apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, (maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut) (QS. Ash Shaffat: 177). Selanjutnya kami berhasil mendapatkan daging-daging keledai, tiba-tiba seorang penyeru Nabi SAW berseru: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian memakan daging keledai, karena dia najis."
Melalui Al-Qur’an Surat Al-An'am ayat 145 dapat diketahui bahwa bangkai, darah yang mengalir, daging babi, hewan disembelih secara fasik dengan menyebut nama selain Allah, maka itu semua adalah najis sehingga haram untuk dimakan. Al-Qur’an Surat Al-Ma'idah ayat 90 menerangkan bahwa minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala/ sesaji, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji. Secara khusus pada minuman keras adalah najis sehingga haram diminum. Contoh lain pada hadis riwayat Bukhari nomor 3877 menerangkan bahwa daging keledai adalah najis sehingga haram dimakan. Kita dalam hal ini menghindari apa-apa yang diharamkan untuk dimakan atau diminum. Sebab semua itu dinyatakan kotor atau najis.
3. Najis karena Sentuhan
Najis karena sentuhan merupakan sesuatu hal yang wajib kita bersihkan atau cuci apabila kita kontak secara langsung, baik menyentuh atau tersentuh benda-benda tergolong najis. Adapun contoh dalil yang menerangkan tentang najis karena sentuhan adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-4
صحيح ابن خزيمة ٧٠: ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُرَاتٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ: ائْتِنِي بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ. فَوَجَدْتُ لَهُ حَجَرَيْنِ وَرَوْثَةَ حِمَارٍ، فَأَمْسَكَ الْحَجَرَيْنِ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ، وَقَالَ: هِيَ رِجْسٌ.
Artinya: Shahih Ibnu Khuzaimah nomor 70: Telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah bin Sa’id Al Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ziad bin Al Hasan bin Furat, dari Bapaknya, dari Kakeknya, dari Abdurrahman bin Al Aswad, dari Alqamah dari Abdullah, ia berkata, Nabi SAW hendak membuang air besar, lalu beliau bersabda: “Bawakan aku tiga batu.” Kemudian aku menemukan dua batu dan kotoran keledai untuk beliau, lalu beliau mengambil dua batu itu dan membuang kotoran. Beliau bersabda, “Kotoran itu najis.”
Melalui hadis riwayat Ibnu Khuzaimah nomor 70 bahwa kata “rijsun” artinya adalah najis. Oleh karena itu, segala yang kotor menurut agama Islam merupakan najis. Menurut kaidah ushul diterangkan bahwa asal segala sesuatu benda adalah halal dan suci serta boleh digunakan untuk berbagai hal. Namun demikian terdapat pengecualian yang ada di dalam Al-Qur’an maupun hadis shahih (sunah).Ketika menetapkan bahwa sesuatu benda itu najis, wajib ada nash Al-Qur’an atau hadis shahih yang menjelaskannya. Pembahasan taharah akan fokus pada ulasan najis karena sentuhan. Sependek penelusuran yang ada bahwa najis berdasar syara’ sehingga kita diwajibkan mensucikannya di antaranya: (1) kotoran manusia; (2) kencing manusia; (3) madzi; (4) darah haid; dan (5) darah nifas.
D. Pengertian Hadas
Selain najis, kita sebagai umat Islam juga mesti mengetahui mengenai hadas. Hal tersebut supaya dengan mudah membedakan antara hadas dan najis. Menurut KBBI, hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf, dan sebagainya.
E. Macam Hadas
Dalil yang ada menunjukkan bahwa hadis terbagi menjadi dua. Hadas tersebut macamnya adalah hadas kecil dan hadas besar. Adapun pembahasan singkatnya adalah sebagai berikut.
1. Hadas Kecil
KBBI menyebutkan pengertian dari hadas kecil adalah hadas yang disebabkan oleh buang air (kentut dan sebagainya) dan menyebabkan batal wudu. Oleh karena itu supaya suci dari hadas kecil adalah dengan berwudu. Abu Hurairah menerangkan mengenai hadas kecil pada hadis berikut.
Hadis Ke-5
صحيح البخاري ١٣٢: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
Artinya: Shahih Bukhari nomor 132: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan menerima salat seseorang di antara kamu apabila berhadas, sehingga ia berwudu.” Lalu ada seorang dari Hadlaramaut bertanya, “Apa yang dikatakan hadas itu, ya Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “(Hadas itu ialah) kentut yang tidak bersuara ataupun kentut yang bersuara.”
Abu Hurairah menerangkan bahwa hadas adalah kentut yang tidak bersuara ataupun kentut yang bersuara. Namun demikian secara umum, yang termasuk hadas kecil di antaranya:
1) mengeluarkan kotoran (berak);
2) mengeluarkan kencing;
3) mengeluarkan madzi (air seks);
4) mengeluarkan angin (kentut), baik bersuara maupun tidak.
2. Hadas Besar
KBBI menyebutkan pengertian dari hadas besar adalah hadas yang disebabkan oleh bersetubuh (haid dan sebagainya), baru dianggap bersih kembali sesudah mandi hadas. Adapun dalil yang menerangkan mengenai hadas besar adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-7
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, datang dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5: 6)
Catatan:
202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.
203) Lihat catatan kaki surah an-Nisā’ (4): 43.
Ayat tersebut sebenarnya sudah mencakup maksud hadas besar dan hadas kecil. “Datang dari tempat buang air” itu yang dimaksud ialah mengeluarkan sesuatu dari dua jalan kotoran, di mana biasanya seseorang mengeluarkannya di tempat buang air. Hal ini termasuk hadas kecil. “Menyentuh perempuan” yang dimaksud ialah bersetubuh sehingga hal ini menunjukkan hadas besar. Keduanya, baik berhadas kecil maupun berhadas besar bila tidak mendapatkan air untuk wudu/ mandi janabat, maka sebagai gantinya agama menuntunkan untuk bertayamum. Adapun yang termasuk hadas besar adalah di antaranya:
1) Bersetubuh, baik mengeluarkan mani maupun tidak;
2) mengeluarkan mani sebab mimpi dan lain-lain;
3) mengeluarkan darah haid;
4) mengeluarkan darah nifas.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment