Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai contoh najis dan hadas.
A. Contoh Najis
Kita sebagai umat muslim tentu perlu betul-betul memahami seputar najis. Sebab kita tahu bahwa keberadaan najis ini perlu dihilangkan dari diri kita. Najis atau al-rijs adalah sesuatu hal yang dipandang kotor oleh hukum agama Islam. Kata najis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah. Salin itu juga diartikan kotoran (tinja, air kencing). Apabila disimak lebih detil dari Al-Qur’an maupun As-Sunah, najis terbagi menjadi tiga macam najis. Tiga najis yang dimaksud adalah najis akidah, najis untuk dikonsumsi (dimakan/ diminum), dan najis karena sentuhan. Adapun ulasan kali ini terbatas pada najis karena sentuhan. Ulasan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Najis karena sentuhan merupakan sesuatu hal yang wajib kita bersihkan atau cuci apabila kita kontak secara langsung, baik menyentuh atau tersentuh benda-benda tergolong najis. Adapun contoh dalil yang menerangkan tentang najis karena sentuhan adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-1
صحيح ابن خزيمة ٧٠: ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُرَاتٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ: ائْتِنِي بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ. فَوَجَدْتُ لَهُ حَجَرَيْنِ وَرَوْثَةَ حِمَارٍ، فَأَمْسَكَ الْحَجَرَيْنِ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ، وَقَالَ: هِيَ رِجْسٌ.
Artinya: Shahih Ibnu Khuzaimah nomor 70: Telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah bin Sa’id Al Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ziad bin Al Hasan bin Furat, dari Bapaknya, dari Kakeknya, dari Abdurrahman bin Al Aswad, dari Alqamah dari Abdullah, ia berkata, Nabi SAW hendak membuang air besar, lalu beliau bersabda: “Bawakan aku tiga batu.” Kemudian aku menemukan dua batu dan kotoran keledai untuk beliau, lalu beliau mengambil dua batu itu dan membuang kotoran. Beliau bersabda, “Kotoran itu najis.”
Melalui hadis riwayat Ibnu Khuzaimah nomor 70 bahwa kata “rijsun” artinya adalah najis. Oleh karena itu, segala yang kotor menurut agama Islam merupakan najis. Menurut kaidah ushul diterangkan bahwa asal segala sesuatu benda adalah halal dan suci serta boleh digunakan untuk berbagai hal. Namun demikian terdapat pengecualian yang ada di dalam Al-Qur’an maupun hadis shahih (sunah).Ketika menetapkan bahwa sesuatu benda itu najis, wajib ada nash Al-Qur’an atau hadis shahih yang menjelaskannya. Pembahasan taharah akan fokus pada ulasan najis karena sentuhan. Sependek penelusuran yang ada bahwa najis berdasar syara’ sehingga kita diwajibkan mensucikannya di antaranya: (1) kotoran manusia; (2) kencing manusia; (3) mazi; (4) darah haid; dan (5) darah nifas.
1. Kotoran Manusia
Kotoran manusia yang dimaksud adalah tinja. Adapun KBBI menerangkan arti tinja adalah kotoran atau hasil buangan yang dikeluarkan dari alat pencernaan ke luar tubuh melalui dubur, mengandung zat-zat makanan yang tidak dapat dicernakan dan zat-zat yang tidak berasal dari makanan, misalnya jaringan yang aus, mikroba yang mati; feses; kotoran. Adapun dalil yang menerangkan kotoran manusia ini termasuk najis adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-2
صحيح مسلم ٣٩٩: و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَغُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُا: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 399: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ghundar dari Syu'bah. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna dan lafal tersebut miliknya. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Atha' bin Abu Maimunah bahwa dia mendengar Anas bin Malik berkata: “Adalah Rasulullah SAW masuk ke tempat buang air, lalu saya dan seorang muda sebaya saya membawakan ember berisi air dan sebuah tongkat, kemudian Rasulullah SAW beristinja dengan air itu.”
Hadis Ke-3
مسند أحمد ٢٣٦٢٧: حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قُرْظٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ لِحَاجَتِهِ فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَإِنَّهَا تُجْزِئُهُ.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 23627: Telah menceritakan kepada kami Suraij, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Hazim, dari Bapaknya, dari Muslim bin Qozh, dari Urwah bin Zubair berkata: Saya mendengar Aisyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila salah seorang diantara kamu pergi buang air besar, maka hendaklah bersuci dengan tiga batu, karena tiga batu itu sudah mencukupinya.”
2. Kencing Manusia
Kencing manusia termasuk najis. KBBI menerangkan kata kencing berarti buang air kecil; berkemih. Sementara itu kencing manusia berarti buang air kecil yang dilakukan manusia. Kencing tersebut berasal dari manusia dan bukan berasal dari makhluk lainnya. Adapun dalil yang menerangkan bahwa kencing manusia itu najis dan harus dibersihkan adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-4
سنن الدارقطني ٤٥٣: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، نا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْأَبَّارُ، نا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الرَّازِيِّ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ. الْمَحْفُوظُ مُرْسَلٌ.
Artinya: Sunan Daruquthni nomor 453: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ali Al Abbar, telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Ja'd, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Qatadah, dari Anas (bin Malik), ia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Bersucilah kamu sekalian dari kencing, karena umumnya azab kubur itu adalah dari sebab kencing.” Riwayat yang terpelihara adalah yang mursal.
Hadis Ke-5
المستدرك ٦٠٩: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا وَلَقَبُهُ حَمْدَانُ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْوَرَّاقُ، ثنا عَفَّانُ، ثنا أَبُو عَوَانَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ. هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلا أَعْرِفُ لَهُ عِلَّةً وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَلَهُ شَاهِدٌ مِنْ حَدِيثِ أَبِي يَحْيَى الْقَتَّاتِ.
Artinya: Al Mustadrak (oleh Hakim) nomor 609: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami orang yang bergelar Hamdan, (yaitu) Muhammad bin Ali Al Warraq, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Kebanyakan siksa kubur adalah lantaran kencing." Hadis ini shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. Sejauh yang saya ketahui, hadis ini tidak memiliki illat dan keduanya tidak meriwayatkannya. Hadis ini memiliki syahid dari riwayat Abu Yahya Al Qattat.
Hadis Ke-6
صحيح البخاري ٢١٤: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَابُ يُهَرِيقُ الْمَاءَ عَلَى الْبَوْلِ. حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ قَالَ وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 214: Telah menceritakan kepada kami 'Abdan berkata: telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata: telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Sa'id berkata: Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi SAW tentang bab menyiramkan air pada bekas kencing. Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad berkata: dan telah menceritakan kepada kami Sulaiman dari Yahya bin Sa'id berkata: Aku mendengar Anas bin Malik, ia berkata: “Ada seorang Arab gunung datang, lalu kencing di bagian masjid. Kemudian orang banyak sama membentaknya, lalu Nabi SAW melarang mereka berbuat yang demikian. Setelah orang itu selesai dari kencingnya, Nabi SAW memerintahkan supaya mengambil seember air, lalu disiramkanlah air itu di atas kencing orang tersebut.”
3. Mazi
Mazi menurut KBBI diartikan air putih (kuning) yang encer, keluar dari kemaluan tatkala syahwat bangkit dan yang mendahului keluarnya air mani. Selain itu juga bisa diartikan bahwa mazi adalah air yang bening dan lekat (pliket) yang keluar dari kemaluan seseorang bila terangsang nafsu seksnya (nafsu syahwatnya). Adapun air lelah (wadi) hukumnya disamakan dengan mazi. KBBI menerangkan bahwa arti wadi adalah tetesan terakhir dari mani atau air kencing. Oleh sebab itu, tersebut bisa diambil pengertian bahwa mazi itu adalah najis dan harus dibersihkan dari badan. Adapun dalil yang mengkategorikan mazi sebagai najis adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-7
صحيح مسلم ٤٥٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَهُشَيْمٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُنْذِرِ بْنِ يَعْلَى وَيُكْنَى أَبَا يَعْلَى عَنْ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 456: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abu Muawiyah serta Husyaim dari Al-A'masy dari Mundzir bin Ya'la, dan ia diberi gelar Abu Ya'la dari Ibnu Al-Hanafiyyah dari Ali dia berkata: "Saya adalah seorang laki-laki yang banyak mengeluarkan mazi, karena saya malu untuk bertanya kepada Nabi SAW mengingat kedudukan putri beliau (Fathimah), maka saya menyuruh Miqdad bin Aswad (untuk bertanya kepada beliau). Lalu dia bertanya kepada Nabi SAW. Kemudian beliau bersabda, “(Hendaklah) ia cuci kemaluannya dan berwudu.”
Hadis Ke-8
سنن الترمذي ١٠٧: حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عُبَيْدٍ هُوَ ابْنُ السَّبَّاقِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ: كُنْتُ أَلْقَى مِنْ الْمَذْيِ شِدَّةً وَعَنَاءً، فَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الْغُسْلَ. فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَأَلْتُهُ عَنْهُ فَقَالَ: إِنَّمَا يُجْزِئُكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِي مِنْهُ؟ قَالَ: يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ. فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَ مِنْهُ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ فِي الْمَذْيِ مِثْلَ هَذَا وَقَدْ اخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْمَذْيِ يُصِيبُ الثَّوْبَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا يُجْزِئُ إِلَّا الْغَسْلُ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَإِسْحَقَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ يُجْزِئُهُ النَّضْحُ و قَالَ أَحْمَدُ أَرْجُو أَنْ يُجْزِئَهُ النَّضْحُ بِالْمَاءِ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 107: Telah menceritakan kepada kami Hannad berkata: telah menceritakan kepada kami Abdah dari Muhammad bin Ishaq dari Sa'id bin Ubaid, yaitu Ibnu As Sabbaq, dari Bapaknya dari Sahl bin Hunaif, ia berkata: Aku mengeluarkan mazi banyak dan merepotkan, dan aku sering mandi karenanya. Maka aku menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “Sebenarnya bagimu cukup berwudu.” Kemudian aku bertanya, “Bagaimana dengan air mazi yang mengenai pakaianku?” Beliau menjawab, “Cukup bagimu mengambil air seceduk tapak tangan, lalu kamu siramkan pada tempat yang terkena air mazi itu.” Abu Isa berkata: "Hadis ini derajatnya hasan shahih. Dan kami tidak mengetahui hadis tersebut kecuali dari hadis Muhammad bin Ishaq tentang mazi. Para ulama masih berselisih tentang mazi yang mengenai kain, sebagian mereka berkata: "Harus mandi." Ini adalah pendapat Syafi'i dan Ishaq. Sedangkan yang lainnya mengatakan, "Cukup diperciki dengan air." Dan Ahmad berkata: "Aku berharap bahwa hal itu cukup diperciki dengan air."
4. Darah Haid
Haid dalam KBBI diterangkan yaitu peristiwa fisiologis dan siklis pada wanita dalam masa reproduksi dengan keluarnya darah dari rahim sebagai akibat pelepasan selaput lendir rahim; menstruasi. Selain itu dalam KBBI juga diartikan bahwa keluar darah dari rahim wanita dewasa setiap bulan sebagai bagian dari siklus hidup biologisnya; datang bulan; mendapat kain kotor. Haid dalam KBBI juga diartikan periode datang bulan; periode menstruasi. Oleh sebab itu darah haid segera dibersihkan dari badan. Adapun dalil yang mengatakan darah haid sebagai najis adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-9
صحيح البخاري ٢٩٥: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: قَالَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَاتْرُكِي الصَّلَاةَ فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 295: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah, bahwa ia berkata: "Fathimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, aku dalam keadaan tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan salat?" Rasulullah SAW lalu menjawab: "Sessungguhnya yang demikian Itu hanyalah gangguan urat, bukan haid. Maka apabila datang haid, tingalkanlah salat, dan apabila sudah berhenti, maka bersihkanlah darah darimu lalu salatlah."
Hadis Ke-10
صحيح البخاري ٣١٩: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ عَنْ زُهَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 319: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, dari Zuhair berkata: telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Urwah dari 'Urwah dari 'Aisyah berkata: Nabi SAW bersabda: “Apabila datang haid, maka tinggalkanlah salat, dan apabila sudah berhenti, maka bersihkanlah darah itu dan salatlah.”
Hadis Ke-11
صحيح مسلم ٤٣٨: و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ: جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ، كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ. ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ. و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَعَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 438: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan lafal tersebut miliknya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Hisyam bin Urwah, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Fatimah dari Asma' dia berkata: Ada seorang perempuan datang kepada Nabi SAW lalu bertanya, “Salah seorang di antara kami pakaiannya terkena darah haid, bagaimana cara membersihkannya?” Nabi SAW menjawab, “(Hendaklah) ia mengeriknya, kemudian menggosoknya dengan air, lalu mencucinya, lalu ia boleh salat dengan pakaian itu.” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Abu Ath-Thahir, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab, telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Abdullah bin Salim dan Malik bin Anas serta Amru bin Al-Harits semuanya dari Hisyam bin Urwah dengan sanad ini seperti hadis Yahya bin Sa'id."
5. Darah Nifas
Darah nifas ialah darah yang keluar ketika seorang wanita melahirkan dan sesudahnya. KBBI menerangkan mengenai nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita sesudah melahirkan (lamanya 40 sampai 60 hari). Selain itu juga berarti masa sejak melahirkan sampai dengan pulihnya alat-alat dan anggota badan. Wanita yang sedang nifas tidak boleh salat sebagaimana wanita yang sedang haid.
Hadis Ke-12
سنن الترمذي ١٢٩: حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ أَبُو بَدْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ أَبِي سَهْلٍ عَنْ مُسَّةَ الْأَزْدِيَّةِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: كَانَتْ النُّفَسَاءُ تَجْلِسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَكُنَّا نَطْلِي وُجُوهَنَا بِالْوَرْسِ مِنْ الْكَلَفِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَهْلٍ عَنْ مُسَّةَ الْأَزْدِيَّةِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ وَاسْمُ أَبِي سَهْلٍ كَثِيرُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى ثِقَةٌ وَأَبُو سَهْلٍ ثِقَةٌ وَلَمْ يَعْرِفْ مُحَمَّدٌ هَذَا الْحَدِيثَ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَهْلٍ وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ عَلَى أَنَّ النُّفَسَاءَ تَدَعُ الصَّلَاةَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا إِلَّا أَنْ تَرَى الطُّهْرَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهَا تَغْتَسِلُ وَتُصَلِّي فَإِذَا رَأَتْ الدَّمَ بَعْدَ الْأَرْبَعِينَ فَإِنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا لَا تَدَعُ الصَّلَاةَ بَعْدَ الْأَرْبَعِينَ وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَابْنُ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ وَيُرْوَى عَنْ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهَا تَدَعُ الصَّلَاةَ خَمْسِينَ يَوْمًا إِذَا لَمْ تَرَ الطُّهْرَ وَيُرْوَى عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ وَالشَّعْبِيِّ سِتِّينَ يَوْمًا.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 129: Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami berkata: Telah menceritakan kepada kami Syuja' bin Al Walid Abu Badr dari Ali bin Abdul A'la dari Abu Sahl dari Mussah Al Azdiah dari Ummu Salamah, ia berkata: “Adalah wanita-wanita yang nifas di zaman Nabi SAW duduk (tidak salat) selama empat puluh hari dan kami memakai pilis pada wajah-wajah kami dengan waras (sejenis tumbuh-tumbuhan) berwarna merah kehitaman.” Abu Isa berkata: "Ini adalah hadis gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Abu Sahl, dari Mussah Al Azdiah dari Ummu Salamah." Dan nama Abu Sahl adalah Katsir bin Ziyad. Dalam hal ini Muhammad bin Isma'il berkata: "Ali bin Abdul A'la dan Abu Sahl adalah orang yang terpercaya." Dan Muhammad tidak mengetahui hadits ini kecuali dari hadis Abu Sahl. Para ulama telah sepakat bahwa para sahabat Nabi SAW, tabi'in dan orang-orang sesudah mereka telah sepakat, bahwa wanita yang habis melahirkan boleh meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali jika ia telah suci sebelum itu, maka ia harus mandi dan salat. Apabila ia melihat darah setelah empat puluh hari, maka sebagian ulama berkata: "Ia tidak boleh meninggalkan salat setelah empat puluh hari." Ini adalah pendapat sebagian besar fukaha seperti Sufyan Ats Tsauri, bin Al Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Dan diriwayatkan pula dari Al Hasan Al Bashri, ia berkata: "Sesungguhnya wanita yang habis melahirkan ia tidak salat selama lima puluh hari jika ia tidak melihat bahwa ia telah suci." Dan diriwayatkan pula dari 'Atha bin Abu Rabah dan Asy Sya'bi: yaitu enam puluh hari."
Hadis Ke-13
سنن أبي داوود ٢٦٨: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ يَعْنِي حُبِّي حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ يُونُسَ بْنِ نَافِعٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي الْأَزْدِيَّةُ يَعْنِي مُسَّةَ قَالَتْ: حَجَجْتُ فَدَخَلْتُ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَأْمُرُ النِّسَاءَ يَقْضِينَ صَلَاةَ الْمَحِيضِ فَقَالَتْ لَا يَقْضِينَ كَانَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ فِي النِّفَاسِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً لَا يَأْمُرُهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَضَاءِ صَلَاةِ النِّفَاسِ. قَالَ مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ حَاتِمٍ وَاسْمُهَا مُسَّةُ تُكْنَى أُمَّ بُسَّةَ قَالَ أَبُو دَاوُد كَثِيرُ بْنُ زِيَادٍ كُنْيَتُهُ أَبُو سَهْلٍ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 268: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Hatim yakni Hubby, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak dari Yunus bin Nafi' dari Katsir bin Ziyad dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Al Azdiyyah yakni Mussah, dia berkata: “Dahulu seorang wanita di antara istri Nabi SAW duduk (tidak salat) karena nifas selama 40 hari. Nabi SAW tidak menyuruhnya mengkada salat (yang ia tinggalkan) selama nifas.” Muhammad bin Hatim berkata: Namanya adalah Mussah diberi kuniyah Ummu Bassah. Abu Dawud berkata: Katsir bin Ziyad kunyahnya adalah Abu Sahl.
Melalui hadis-hadis tersebut bisa diambil pengertian bahwa wanita yang nifas itu hukumnya sama dengan wanita yang haidl. Adapun hukumnya adalah sama-sama tidak boleh mengerjakan salat. Oleh sebab itu darah nifas pun hukumnya sama dengan darah haid, yaitu najis.
B. Contoh Hadas
Selain najis, kita sebagai umat Islam juga mesti mengetahui mengenai hadas. Hal tersebut supaya dengan mudah membedakan antara hadas dan najis. Menurut KBBI, hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf, dan sebagainya. Dalil yang ada menunjukkan bahwa hadis terbagi menjadi dua. Hadas tersebut macamnya adalah hadas kecil dan hadas besar. Adapun pembahasan singkatnya adalah sebagai berikut.
1. Hadas Kecil
KBBI menyebutkan pengertian dari hadas kecil adalah hadas yang disebabkan oleh buang air (kentut dan sebagainya) dan menyebabkan batal wudu. Oleh karena itu supaya suci dari hadas kecil adalah dengan berwudu. Abu Hurairah menerangkan mengenai hadas kecil pada hadis berikut.
Hadis Ke-14
صحيح البخاري ١٣٢: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
Artinya: Shahih Bukhari nomor 132: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan menerima salat seseorang di antara kamu apabila berhadas, sehingga ia berwudu.” Lalu ada seorang dari Hadlaramaut bertanya, “Apa yang dikatakan hadas itu, ya Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “(Hadas itu ialah) kentut yang tidak bersuara ataupun kentut yang bersuara.”
Abu Hurairah menerangkan bahwa hadas adalah kentut yang tidak bersuara ataupun kentut yang bersuara. Namun demikian secara umum, yang termasuk hadas kecil di antaranya:
1) mengeluarkan kotoran (berak);
2) mengeluarkan kencing;
3) mengeluarkan madzi (air seks);
4) mengeluarkan angin (kentut), baik bersuara maupun tidak.
2. Hadas Besar
KBBI menyebutkan pengertian dari hadas besar adalah hadas yang disebabkan oleh bersetubuh (haid dan sebagainya), baru dianggap bersih kembali sesudah mandi hadas. Adapun dalil yang menerangkan mengenai hadas besar adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, datang dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5: 6)
Catatan:
202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.
203) Lihat catatan kaki surah an-Nisā’ (4): 43.
Ayat tersebut sebenarnya sudah mencakup maksud hadas besar dan hadas kecil. “Datang dari tempat buang air” itu yang dimaksud ialah mengeluarkan sesuatu dari dua jalan kotoran, di mana biasanya seseorang mengeluarkannya di tempat buang air. Hal ini termasuk hadas kecil. “Menyentuh perempuan” yang dimaksud ialah bersetubuh sehingga hal ini menunjukkan hadas besar. Keduanya, baik berhadas kecil maupun berhadas besar bila tidak mendapatkan air untuk wudu/ mandi janabat, maka sebagai gantinya agama menuntunkan untuk bertayamum. Adapun yang termasuk hadas besar adalah di antaranya:
1) Bersetubuh, baik mengeluarkan mani maupun tidak;
2) mengeluarkan mani sebab mimpi dan lain-lain;
3) mengeluarkan darah haid;
4) mengeluarkan darah nifas.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment