Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai cara bersuci dan menyucikan najis.
A. Cara Bersuci
Bersuci terkait dengan istilah istinja. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istinja berarti membersihkan dubur atau kemaluan sebelum berwudu. Bersuci dari najis itu hendaknya memperhatikan beberapa hal yang penting. Adapun beberapa hal yang dimaksud di antaranya adalah bersuci dari najis dengan menggunakan tangan kiri. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-1
صحيح البخاري ١٥٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلَا يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 150: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf berkata: telah menceritakan kepada kami Al Auza'i dari Yahya bin Abu Katsir dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya dari Nabi SAW, beliau bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kalian buang air (kencing), maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, janganlah ia beristinja dengan tangan kanannya dan janganlah bernafas dalam tempat air minum.”
Sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa terdapat beberapa pelajaran yang bisa kita petik. Pelajaran tersebut adalah ketika buang air/ kencing hendaknya tidak memegang kemaluan dengan tangan kanan. Selain itu ketika beristinja tidak menggunakan tangan kanan. Hadis tersebut juga memberi pelajaran supaya tidak meniup minuman. Mengenai pelajaran ketika buang air/ kencing hendaknya tidak memegang kemaluan dengan tangan kanan juga dijelaskan dalam hadis berikut.
Hadis Ke-2
صحيح مسلم ٣٩٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 392: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Hammam dari Yahya bin Abu Katsir dari Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanan ketika kencing, jangan istinjak dengan tangan kanan, dan jangan bernafas pada tempat air minum.”
Dua hadis tadi menerangkan cara bersuci, yaitu menggunakan tangan kiri. Adapun media bersuci dengan menggunakan air. Apabila air sulit ditemukan atau dalam keadaan minim air, maka beristinja bisa menggunakan tiga buah batu atau tiga sisi batu. Beristinjak (bersuci sehabis buang air besar/ kecil) dengan batu hendaknya yang ganjil bilangannya dan yang lebih utama adalah dengan 3 buah batu. Boleh juga dengan sebuah batu yang mempunyai 3 sisi. Adapun hadisnya adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-3
مسند أحمد ٢٠٨٦٧: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ هِشَامٍ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ خُزَيْمَةَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ أَبِيهِ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ الِاسْتِطَابَةِ فَقَالَ ثَلَاثَةُ أَحْجَارٍ لَيْسَ فِيهَا رَجِيعٌ.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 20867: Telah bercerita kepada kami Ibnu Numair dari Hisyam, telah bercerita kepadaku Amr bin Khuzaimah dari Umaroh bin Khuzaimah dari Bapaknya (yaitu) Khuzaimah bin Tsabit bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hal istithabah (membersihkan diri dari berak dan kencing). Maka beliau bersabda, ”Beristithabah itu dengan tiga buah batu yang tak ada kotoran dalam tiga batu itu.”
Hadis Ke-4
سنن أبي داوود ٣٧: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِاسْتِطَابَةِ فَقَالَ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ لَيْسَ فِيهَا رَجِيعٌ. قَالَ أَبُو دَاوُد كَذَا رَوَاهُ أَبُو أُسَامَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ هِشَامٍ يَعْنِي ابْنَ عُرْوَةَ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 37: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin 'Urwah dari 'Amru bin Khuzaimah dari 'Umarah bin Khuzaimah dari Khuzaimah bin Tsabit dia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW ditanya tentang hal istithabah (membersihkan diri dari berak dan kencing). Maka beliau bersabda, “Beristithabah itu dengan tiga buah batu yang tak ada kotoran dalam tiga batu itu.” Abu Dawud berkata: Begitulah diriwayatkan oleh Abu Usamah dan Ibnu Numair dari Hisyam, yakni Ibnu Urwah.
B. Membersihkan Kencing Bayi Laki-laki
Pada dasarnya, air kencing manusia adalah najis. Pembersihan najis air kencing manusia sebagaimana pada umumnya dengan cara menyuci atau menyiram dengan air. Namun demikian terdapat riwayat yang menjadi pengecuali hal tersebut. Riwayat tersebut membicarakan mengenai air kencing bayi laki-laki. Kencing bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu (ASI), cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena kencing. Hal ini sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-5
صحيح مسلم ٤٣٠: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالصِّبْيَانِ فَيُبَرِّكُ عَلَيْهِمْ وَيُحَنِّكُهُمْ، فَأُتِيَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَيْهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ بَوْلَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 430: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Bapaknya dari Aisyah istri Nabi SAW, bahwasannya dahulu Rasulullah SAW pernah diserahi beberapa bayi (agar didoakan), maka Rasulullah mendoakan mereka dengan keberkatan, dan mentahnik mereka (melumurkan pada langit-langit mulut bayi dengan kurma yang dikunyah). Dan beliau pernah diserahi bayi, lalu bayi tersebut mengencingi beliau, lalu beliau meminta air, kemudian memercikkan air pada kencing bayi tersebut, dan tidak mencucinya.
Hadis Ke-6
صحيح مسلم ٤٣١: و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَبِيٍّ يَرْضَعُ فَبَالَ فِي حَجْرِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ. و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عِيسَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 431: Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam dari Bapaknya dari Aisyah, ia berkata: “Pernah didatangkan kepada Nabi SAW bayi yang masih menyusu, kemudian bayi tersebut kencing di pangkuan beliau. Beliau kemudian minta air, lalu menuangkannya pada kencing tersebut.” Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Isa, telah menceritakan kepada kami Hisyam dengan sanad ini semisal hadis Ibnu Numair."
Hadis Ke-7
صحيح مسلم ٤٣٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحِ بْنِ الْمُهَاجِرِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ، أَنَّهَا أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِابْنٍ لَهَا لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ فَوَضَعَتْهُ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ قَالَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى أَنْ نَضَحَ بِالْمَاءِ. و حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ فَدَعَا بِمَاءٍ فَرَشَّهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 432: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh bin Al-Muhajir, telah mengabarkan kepada kami Al-Laits dari Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdullah dari Ummu Qais binti Mihshan bahwasannya ia datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa bayi laki-lakinya yang belum makan makanan, lalu beliau meletakkannya di pangkuan beliau. Kemudian bayi tersebut kencing.” (Ubaidullah) berkata, “Maka beliau tidak melakukan sesuatu kecuali hanya sekedar memercikkan air (pada bekas kencingnya).” Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru An-Naqid serta Zuhair bin Harb semuanya dari Ibnu Uyainah dari Az-Zuhri dengan sanad ini. Dan dia sebutkan, "Lalu beliau meminta air, lalu menyiramnya."
Hadis Ke-8
صحيح البخاري ٢١٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 216: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari 'Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Utbah dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa ia pernah datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa anaknya yang masih kecil yang belum makan makanan. Kemudian Rasulullah SAW mendudukkan anak kecil itu di pangkuan beliau, lalu anak kecil itu kencing mengenai pakaian beliau, kemudian beliau minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya.
Melalui berbagai hadis yang menerangkan tentang kedudukan kencing bayi, maka dapat diambil beberapa pelajaran. Hadis-hadis yang ada kemudian dapat dipahami bahwa untuk menyucikan kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu, cukup dengan memercikkan air pada bekas kencing tersebut. Adapun untuk bayi perempuan, walaupun belum makan makanan, cara menyucikannya sama dengan kencing orang dewasa.
C. Bekas Darah Haid Setelah Dicuci Tidak Hilang Maka Tidak Dianggap Najis
Pakaian yang terkena najis hendaknya dibersihkan. Hal tersebut supaya pakaian yang terkena najis bisa disucikan kembali. Ketika sudah menjadi bersih dan suci, maka bisa kita gunakan dalam keseharian kita dan juga kita gunakan untuk salat yang merupakan wujud beribadah kepada Allah. Namun demikian, ketika sudah semaksimal mungkin mencuci baju kemudian masih ada bekas darah haid yang tidak bisa hilang setelah dicuci, maka hal tersebut tidak dianggap najis. Mengenai cara membersihkan noda darah haid adalah sebagaimana disampaiakan dalam hadis berikut.
Hadis Ke-9
صحيح مسلم ٤٣٨: و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ: جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ. و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَعَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 438: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan lafal tersebut miliknya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Hisyam bin Urwah, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Fatimah dari Asma', dia berkata: Ada seorang wanita datang kepada Nabi SAW lalu bertanya, “Salah seorang diantara kami pakaiannya terkena darah haid, bagaimana cara membersihkannya?” Nabi SAW menjawab, “(Hendaklah) ia mengeriknya, kemudian menggosoknya dengan air, lalu mencucinya, lalu ia boleh salat dengan pakaian itu.” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Abu Ath-Thahir, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab, telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Abdullah bin Salim dan Malik bin Anas serta Amru bin Al-Harits semuanya dari Hisyam bin Urwah dengan sanad ini seperti hadis Yahya bin Sa'id."
Adapun ketika sudah semaksimal mungkin mencuci baju kemudian masih ada bekas darah haid yang tidak bisa hilang setelah dicuci, maka hal tersebut tidak dianggap najis. Hal tersebut sebagaimana riwayat hadis berikut.
Hadis Ke-10
مسند أحمد ٨٤١٢: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ الضَّبِّيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِي إِلَّا ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ؟ قَالَ: فَإِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِي مَوْضِعَ الدَّمِ ثُمَّ صَلِّي فِيهِ. قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَخْرُجْ أَثَرُهُ؟ قَالَ: يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ.
Artinya: Musnad Ahmad 8412: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Dawud Adl Dlibbi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Ubaidillah bin Ja'far dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah, ia berkata: Bahwa Khaulah binti Yasar datang kepada Nabi SAW ketika haji atau umrah, lalu ia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak memiliki baju kecuali hanya satu, padahal aku sedang haid." Beliau bersabda: "Jika kamu telah suci maka cucilah tempat yang ada darahnya kemudian salatlah dengannya." Ia berkata: “Ya Rasulullah bagaimana jika tidak hilang darahnya?” Beliau bersabda, ”Cukup bagimu (mencuci dengan) air, dan tidak mengapa bagimu bekas darah itu.”
Keterangan: Terkait rawi Ibnu Lahi’ah, namanya adalah Abdullah bin Lahi'ah. Ia merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Negeri hidup di Maru dan wafat pada tahun 174 H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Abu Zur'ah mengatakan: la yadlbuth, Muhammad bin Sa'd dan Adz Dzahabi mengatakan: dla'if, Hakim mengatakan: dzahibul hadits, dan Ibnu Hajar mengatakan: shaduuq. Hadis yang menceritakan kabar ini dari Abdullah bin Lahi’ah juga diriwayatkan oleh Abu Dawud nomor 310, Baihaqi nomor 3785.
Hadis Ke-11
بلوغ المرام ٣٥ : وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ الدَّمُ؟ قَالَ: يَكْفِيك الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّك أَثَرُهُ. أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ.
Artinya: Bulughul Maram nomor 35: Dan dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Khaulah bertanya, ”Ya Rasulullah bagaimana jika tidak hilang darahnya?” Beliau bersabda, ”Cukup bagimu (mencuci dengan) air, dan tidak mengapa bagimu bekas darah itu.” Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.
D. Air Mani Tidak Najis
Mani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bahwa mani adalah cairan kental yang menyembur dari kelamin laki-laki pada waktu ejakulasi, merupakan produk dari berbagai organ, misalnya dari buah zakar, gelembung mani, kelenjar prostat; sperma. Adapun dalam pandangan agama, apakah air mani termasuk najis? Mengenai air mani, para ulama berbeda pendapat mengenai status air mani itu najis ataukah tidak. Adapun pendapat yang ada adalah sebagai berikut.
1. Pendapat Pertama
Air mani hukumnya najis sehingga apabila mengenai anggota tubuh atau pakaian harus dibersihkan. Namun jika air mani itu sudah kering, cara menyucikannya cukup dikerik (digosok). Sedangkan ada pula yang berpendapat, cara menyucikannya adalah dengan membasuhnya (mencucinya) ketika mani tersebut dalam keadaan masih basah. Hal ini berlandaskan hadis berikut.
Hadis Ke-12
سنن الدارقطني ٤٤٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ، نا أَبُو إِسْمَاعِيلَ التِّرْمِذِيُّ، ثنا الْحُمَيْدِيُّ، نا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ، نا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَمْرَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَابِسًا وَأَغْسِلُهُ إِذَا كَانَ رَطْبًا.
Artinya: Sunan Daruquthni nomor 443: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il At-Tirmidzi, telah menceritakan kepada kami Al Humaidi, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr, telah menceritakan kepada kami Al Auza'i, dari Yahya bin Sa'id, dari Amrah, dari Aisyah, ia mengatakan, "Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah SAW apabila kering, dan aku mencucinya apabila basah."
2. Pendapat Kedua
Air mani hukumnya suci. Pendapat ini memahami bahwa air mani adalah suci. Hal tersebut berpegangan pada hadis berikut.
Hadis Ke-13
سنن أبي داوود ٣١٧: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُصَلِّي فِيهِ. قَالَ أَبُو دَاوُد وَافَقَهُ مُغِيرَةُ وَأَبُو مَعْشَرٍ وَوَاصِلٌ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 317: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hammad bin Abu Sulaiman dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah dia berkata: Saya pernah menggosok mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau salat dengan pakaian tersebut. Abu Daud berkata: Hadis ini di sepakati pula oleh Mughirah, Abu Ma'syar dan Washil.
Melalui hadis yang ada, Rasulullah SAW mencuci kain yang terkena mani itu tidak berarti mani itu najis. Hal tersebut dikarenakan sering juga orang mencuci kain yang terkena ludah atau ingus. Oleh sebab itu, hal tersebut hanya masalah kebersihan saja. Adapun riwayat yang mempertegasnya adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-14
صحيح مسلم ٤٣٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ سَأَلْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ يَسَارٍ عَنْ الْمَنِيِّ يُصِيبُ ثَوْبَ الرَّجُلِ أَيَغْسِلُهُ أَمْ يَغْسِلُ الثَّوْبَ فَقَالَ أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ فِي ذَلِكَ الثَّوْبِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغَسْلِ فِيهِ. و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زِيَادٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَابْنُ أَبِي زَائِدَةَ كُلُّهُمْ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ أَمَّا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ فَحَدِيثُهُ كَمَا قَالَ ابْنُ بِشْرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ وَأَمَّا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ فَفِي حَدِيثِهِمَا قَالَتْ كُنْتُ أَغْسِلُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 436: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr dari Amru bin Maimun, dia berkata: "Saya bertanya kepada Sulaiman bin Yasar tentang mani yang mengenai kain seorang laki-laki, apakah dia harus mencucinya (bekasnya) atau mencuci bajunya?" Maka dia menjawab, " Aisyah telah mengabarkan kepadaku, “Adalah Rasulullah SAW mencuci mani, kemudian beliau keluar untuk salat dengan memakai kain itu, sedang saya melihat bekas cucian itu.” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al-Jahdari, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, yaitu Ibnu Ziyad. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Al-Mubarak dan Ibnu Abu Zaidah, mereka semua meriwayatkan dari Amru bin Maimun dengan isnad ini, sedangkan Ibnu Abu Zaidah maka hadisnya sebagaimana Ibnu Bisyr mengatakan, "Bahwa Rasulullah SAW mencuci mani." Sedangkan Ibnu Al-Mubarak dan Abdul Wahid, maka dalam hadis mereka berdua Aisyah berkata: "Saya dahulu mencuci mani dari baju Rasulullah SAW."
Hadis Ke-15
صحيح مسلم ٤٣٥: و حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ وَهَمَّامٍ عَنْ عَائِشَةَ، فِي الْمَنِيِّ قَالَتْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَرُوبَةَ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ مُغِيرَةَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ مَهْدِيِّ بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ ح و حَدَّثَنِي ابْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ مَنْصُورٍ وَمُغِيرَةَ كُلُّ هَؤُلَاءِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ فِي حَتِّ الْمَنِيِّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ حَدِيثِ خَالِدٍ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ عَائِشَةَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 435: Dan telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafs bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami Bapakku dari Al-A'masy dari Ibrahim dari Al-Aswad, dan Hammam dari Aisyah tentang mani, ia berkata, “Sesungguhnya saya pernah menggosoknya (mani itu) dari kain Rasulullah SAW.” Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hammad, yaitu Ibnu Zaid, dari Hisyam bin Hassan. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Arubah semuanya (meriwayatkan) dari Abu Ma'syar. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Mughirah. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Mahdi bin Maimun dari Wasil bin Al-Ahdab. Dalam riwayat lain disebutkan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Israil dari Manshur dan Mughirah, mereka semuanya meriwayatkan dari Ibrahim dari Al-Aswad dari Aisyah dalam hal memenggosok mani dari baju Rasulullah SAW, ' semisal hadis Khalid dari Abu Ma'syar." Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyainah dari Manshur dari Ibrahim dari Hammam dari Aisyah semisal hadis mereka."
E. Cara Membersihkan Bejana Dijilat Anjing
Terkait bejana yang dijilat oleh anjing, maka perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terdapat riwayat yang menceritakan bejana dijilat anjing. Oleh sebab itu, perlu diketahui tata cara membersihkan bejana yang dijilat anjing. Hal ini perlu mencermati beberapa riwayat berikut.
Hadis Ke-16
صحيح البخاري ١٦٧: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 167: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila ada anjing minum pada bejana seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali.”
Hadis Ke-17
صحيح مسلم ٤١٨: و حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ أَخْبَرَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي رَزِينٍ وَأَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ. و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ وَلَمْ يَقُلْ فَلْيُرِقْهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 418: Dan telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr As-Sa'di, telah menceritakan kepada kami Ali bin Mushir, telah mengabarkan kepada kami Al-A'masy dari Abu Razin, dan Abu Shalih dari Abu Hurairah, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: “Apabila ada seekor anjing minum/ menjilat pada bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia membuang airnya, kemudian hendaklah mencucinya tujuh kali.” Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ash-Shabbah, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Zakariya' dari Al-A'masy dengan sanad ini yang semisalnya, dan dia tidak menyebutkan, 'Maka hendaklah ia membaliknya membuang airnya.'
Hadis Ke-18
صحيح مسلم ٤١٩: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 419: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata: Saya membacakannya di hadapan Malik: dari Abu az-Zinad dari Al-A'raj dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada anjing minum pada bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali.”
Hadis Ke-19
صحيح مسلم ٤٢٠: و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 420: Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sucinya bejana seseorang di antara kalian apabila ada anjing minum/ menjilat padanya adalah dengan mencucinya tujuh tujuh kali, yang pertama dengan tanah.”
Melalui hadis yang ada, dapat dipahami bahwa cara membersihkan bejana jika dijilat anjing. Adapun bejana yang dimaksud bisa berupa gelas, piring, baskom, dan yang semisalnya. Apabila bejana tersebut dijilat anjing atau ada anjing yang minum dengannya, maka cara membersihkannya adalah mencucinya tujuh kali dan yang pertama dicampur dengan tanah/ debu.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.