Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai hikmah tayamum.
Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai tayamum. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi mengharuskan seseorang untuk wudu atau bahkan mandi janabat ketika hendak salat. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang terkait hikmah tayamum. Melalui dalil yang ada harapannya bisa mengerti hikmah tayamum.
A. Debu atau Tanah Sebagai Pengganti Air
Hikmah tayamum adalah sebagai syariat pengganti wudu ataupun mandi janabat apabila tidak ada air. Beberapa dalil di antaranya sebagai berikut.
Hadis Ke-1
صحيح البخاري ٣٢٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ هُوَ الْعَوَقِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ قَالَ ح و حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ النَّضْرِ قَالَ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ قَالَ أَخْبَرَنَا سَيَّارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ هُوَ ابْنُ صُهَيْبٍ الْفَقِيرُ قَالَ أَخْبَرَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 323: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan yaitu Al 'Awaqi, telah menceritakan kepada kami Husyaim, ia berkata. Dalam jalur lain disebutkan, telah menceritakan kepadaku Sa'id bin An Nadlr, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Husyaim, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Sayyar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Ibnu Shuhaib Al Faqir, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Jabir bin 'Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda: "Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku; (1) aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu bulan perjalanan; (2) dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci. Maka di mana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu salat hendaklah ia salat; (3) dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku; (4) aku diberikan (hak) syafa'at; (5) dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia."
Hadis Ke-2
صحيح مسلم ٨١٠: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ سَيَّارٍ عَنْ يَزِيدَ الْفَقِيرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: كَانَ كُلُّ نَبِيٍّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى كُلِّ أَحْمَرَ وَأَسْوَدَ وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تُحَلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَيِّبَةً طَهُورًا وَمَسْجِدًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ صَلَّى حَيْثُ كَانَ، وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ بَيْنَ يَدَيْ مَسِيرَةِ شَهْرٍ، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا سَيَّارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ الْفَقِيرُ أَخْبَرَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 810: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Sayyar dari Yazid Al-Faqir dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Aku diberikan lima perkara yang mana belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Pertama, dahulu setiap nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, sedangkan aku diutus kepada setiap bangsa merah dan hitam. Kedua, ganimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, tetapi tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku. Ketiga, dan bumi itu dijadikan untukku dalam keadaan suci dan mensucikan dan (sebagai) masjid juga, maka siapa pun laki-laki yang mana waktu salat mendapatinya maka dia bisa salat di mana pun dia berada. Keempat, aku ditolong dengan rasa takut (yang merasuk pada musuh di hadapanku) sejauh jarak perjalanan satu bulan. Kelima, aku diberi syafaat'." Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Yazid Al-Faqir, telah mengabarkan kepada kami Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah SAW bersabda, lalu dia menyebutkan hadis semisalnya.
Hadis Ke-3
مسند أحمد ٧٢٤: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُعْطِيتُ مَا لَمْ يُعْطَ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هُوَ قَالَ نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ وَأُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ الْأَرْضِ وَسُمِّيتُ أَحْمَدَ وَجُعِلَ التُّرَابُ لِي طَهُورًا وَجُعِلَتْ أُمَّتِي خَيْرَ الْأُمَمِ.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 724: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Zuhair dari Abdullah Ibnu Muhammad bin 'Aqil, dari Muhammad bin Ali bahwa dia mendengar Ali bin Abu Thalib berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Aku diberi sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang pun dari para nabi-nabi, yaitu: Aku diberi kemenangan dengan rasa takut di pihak lawan, aku diberi kunci-kunci untuk menaklukkan beberapa negeri, aku diberi nama Ahmad, dijadikan tanah bagiku sebagai pensuci, dan dijadikan umatku sebaik-baik umat.”
Keterangan: Ada rawi Abdullah Ibnu Muhammad bin 'Aqil yang bernama Abdullah bin Muhammad bin 'Aqil bin Abi Thalib merupakan tabi'in kalangan biasa. Wafat di Madinah tahun 142H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Muhammad bin Sa'd mengatakan: mungkarul hadits; Yahya bin Ma'in mengatakan: tidak boleh berhujah dengan hadisnya; Abu Hatim: layyinul hadits; Ibnu Hajar: "shuduq, tedapat kesalahan." Selain itu ada rawi Zuhair yang bernama Zuhair bin Muhammad yang merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Wafat tahun 162H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Ahmad bin Hambal mengatakan: tsiqah; An Nasa'i mengatakan: dla'if; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Adz Dzahabi mengatakan: tsiqah yughrab.
Hadis Ke-4
مسند أحمد ١٢٩١: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ أَبِي الْحُسَامِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ الْأَكْبَرِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَاهُ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُعْطِيتُ أَرْبَعًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ الْأَرْضِ وَسُمِّيتُ أَحْمَدَ وَجُعِلَ التُّرَابُ لِي طَهُورًا وَجُعِلَتْ أُمَّتِي خَيْرَ الْأُمَمِ
Artinya: Musnad Ahmad nomor 1291: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Salamah bin Abu Al Husam, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin 'Aqil, dari Muhammad bin Ali Al Akbar bahwa dia mendengar Bapaknya, Ali bin Abu Thalib RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Saya telah diberi empat hal yang tidak diberikan kepada salah seorangpun dari Nabi-Nabi Allah. Saya diberi kunci-kunci dunia, diberi nama Ahmad, tanah dijadikan suci untukku dan umatku menjadi umat terbaik."
Keterangan: Ada rawi Abdullah Ibnu Muhammad bin 'Aqil yang bernama Abdullah bin Muhammad bin 'Aqil bin Abi Thalib merupakan tabi'in kalangan biasa. Wafat di Madinah tahun 142H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Muhammad bin Sa'd mengatakan: mungkarul hadits; Yahya bin Ma'in mengatakan: tidak boleh berhujah dengan hadisnya; Abu Hatim: layyinul hadits; Ibnu Hajar: "shuduq, tedapat kesalahan." Selain itu ada rawi Zuhair yang bernama Zuhair bin Muhammad yang merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Wafat tahun 162H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Ahmad bin Hambal mengatakan: tsiqah; An Nasa'i mengatakan: dla'if; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Adz Dzahabi mengatakan: tsiqah yughrab.
B. Tayamum Sebagai Keringanan
Syariat tayamum merupakan di antaranya keringanan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Adanya syariat tayamum akan mempermudah umat Islam ketika hendak salat, tetapi termasuk orang-orang yang memperoleh keringanan tayamum. Keringanan atau rukhsah ini mesti diterima oleh orang Islam. Perkara diambil atau tidak keringanan tersebut, kembali kepada yang bersangkutan. Menerima keringanan bukan berarti menganggap yang tidak mengambil keringanan adalah lebih baik. Namun tidak menjadikan haram suatu keringanan tersebut karena merasa mampu melaksanakan syariat tanpa keringanan. Tayamum sebagai keringanan sebagaimana dalam beberapa dalil berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا. النساۤء: ٤٣
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan,156) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa'/4:43)
Catatan:
156) Menurut jumhur, kata menyentuh pada ayat ini adalah bersentuhan kulit, sedangkan sebagian mufasir mengartikannya sebagai berhubungan suami istri.
Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 43 bahwa musafir boleh bertayamum. Hal tersebut dikarenakan dalam ayat disebutkan apabila dalam keadaan: (1) sakit; atau (2) dalam perjalanan (musafir); atau (3) datang dari tempat buang air; atau (4) menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air. Beberapa poin tersebut diikuti dengan “bertayamumlah dengan debu yang baik/ suci.” Oleh sebab itu, keempat macam kondisi yang dialami seseorang dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 43 bahwa ketika dalam kondisi sakit, dalam perjalanan (musafir), datang dari tempat buang air, menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air itu boleh bertayamum. Salah satunya disebutkan tentang musafir, maka musafir boleh bertayamum. Hal tersebut mengandung konsekuensi bahwa musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air. Syarat musafir dikarenakan jarak, bukan ketersediaan ada air atau tidak. Adapun mengenai ulasan jarak sehingga bisa dikategorikan musafir dapat disimak dengan cara klik di sini. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melekat pada musafir berlaku bagi mereka. Termasuk dalam hal ini adalah musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air.
Hadis Ke-5
صحيح مسلم ٨١١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ رِبْعِيٍّ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ. جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ، وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدْ الْمَاءَ. وَذَكَرَ خَصْلَةً أُخْرَى. حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ طَارِقٍ حَدَّثَنِي رِبْعِيُّ بْنُ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 811: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Rib'i, dari Hudzaifah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas manusia dengan tiga perkara, yaitu: (1) dijadikan barisan-barisan kami seperti barisan-barisan malaikat; (2) dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat salat; dan (3) dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak mendapatkan air.” Dan beliau menyebutkan karakter lainnya. Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-'Ala, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Zaidah, dari Sa'd bin Thariq, telah menceritakan kepadaku Rib'i bin Hirasy, dari Hudzaifah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda semisalnya.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.