Saturday, November 22, 2025

Kajian Umum: Isyhadu bi anna muslilmun (Saksikanlah Bahwa Kami Adalah Orang-orang yang Berserah Diri Kepada Allah)


 

 

 

الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا. وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا. أَمَّا بَعْدُ

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Marilah kita senantiasa menghaturkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Islam, Iman, dan Ihsan. Semoga kita senantiasa diberikan keberkahan hidup dan dimampukan beramal salih sehingga hidup kita berarti. Hidup berarti dengan mengaji dan mengamalkan hasil kaji. Oleh sebab itu, ngaji ben uripe mukti. Sebab, kita yang beragama Islam yakin betul kelak akan kembali kepada Allah sehingga berusaha menyiapkan bekal yang cukup. Kemudian selawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW yang sudah memberikan pencerahan kepada umat manusia supaya selamat hidup di dunia dan selamat di akhirat. Semoga kita semuanya tergolong manusia yang selamat.

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Kita sebagai manusia diciptakan dalam keadaan fitrah, yaitu siap beragama Islam. Hal ini berpegang pada hadis berikut,

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ، هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ. صحيح البخاري ١٢٩٦

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak yang lahir, dia terlahir atas fitrah, maka tergantung kedua orang tuanya yang menjadikan dia orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi, seperti binatang ternak yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu melihat padanya telinga yang terpotong?” (HR. Al-Bukhari, no. 1296)

 

Kita sebagai warga negara Indonesia diberikan amanah untuk memeluk agama. Amanah tersebut terdapat dalam sila pertama Pancasila, yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa.” Selain itu juga amanah pada UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2. Bunyi Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 adalah “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” Kemudian, bunyi Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 adalah “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh sebab itu, kita sebagai manusia yang mengaku beriman dan sekaligus warga negara Indonesia menjalankan amanah tersebut sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama Islam. Kita mesti bersyukur karena mampu menjalankan amanah Ilahiah dan amanah sebagai Warga Negara Indonesia yang baik.

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Kita mesti bersyukur hidup di Negeri Indonesia. Kita bebas menjalankan perintah agama karena menjalankan perintah agama bagian amanah dari negara. Kita sebagai umat Islam leluasa menjalankan salat lima waktu, menjalankan ibadah puasa, diberi kesempatan untuk menunaikan zakat, dan bahkan ibadah haji dikoordinir oleh negara. Belum lagi hari libur keagamaan, memberi kesempatan kita untuk menjalankan ibadah salat Idul Fitri maupun Idul Adha. Ketika tiba bulan puasa, bagi karyawan dikurangi jam kerjanya. Itu semua adalah bukti perhatian negara supaya warga negaranya senantiasa beriman, berakhlak, dan beradab. Oleh sebab itu, jangan malu sebagai orang Islam di Negeri Indonesia.

Kadang di luar sana, mau salat saja sungkan atau pekewuh. Contoh di kehidupan sehari-hari, ketika hendak merantau naik bis umum. Saat masuk waktu salat enggan melaksanakan salat. Kalaupun bis tidak berhenti, kita sebagai penumpang bisa salat di atas kendaraan. Bila jarak sudah memenuhi keadaan safar, kita bisa tayamum lalu salat di atas kendaraan dengan duduk. Mau menjalankan yang seperti ini saja kadang sungkan sama sampingnya. Padahal meninggalkan salat adalah dosa.

Kadang juga di tempat orang punya gawe, sungkan melaksanakan salat. Alasannya pekewuh sama yang lain karena masih pada repot. Ini hanya masalah teknis saja. Sebaiknya ketika mendengar azan, istirahat sebentar lalu melaksanakan salat jamaah di Masjid. Kalaupun memang repot tidak bisa meninggalkan pekerjaan waktu itu, sempatkan melaksanakan salat di kediaman orang yang punya gawe. Insya Allah tetap ada waktunya untuk melaksanakan salat meski tempat terbatas. Insya Allah masyarakat umumnya juga memaklumi ketika kita hendak melaksanakan kewajiban melaksanakan salat.

Kita sebagai orang Islam harus yakin bahwa Islam adalah jalan satu-satunya menuju keselamatan dunia akhirat. Pembeda antara orang Islam dan orang-orang di luar islam adalah melaksanakan salat. Tidak mungkin orang yang beragama di luar Islam melaksanakan salat. Orang yang melaksanakan salat adalah orang Islam sendiri. Jalan Islam adalah jalan keselamatan. Sebuah hadis menerangkan,

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَطَّ خَطًّا وَخَطَّ خَطَّيْنِ عَنْ يَمِينِهِ وَخَطَّ خَطَّيْنِ عَنْ يَسَارِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ فِي الْخَطِّ الْأَوْسَطِ فَقَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ }. سنن ابن ماجه ١١

Artinya: Dari Jabir bin 'Abdullah, ia berkata: “Dahulu kami para sahabat ketika sedang duduk di hadapan Nabi SAW, beliau menggaris sebuah garis, lalu menggaris lagi dua garis di kanannya, dan dua garis lagi di kirinya. Kemudian beliau meletakkan tangan beliau pada garis yang di tengah-tengah dan bersabda: "Ini adalah jalan Allah." Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya), "Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan lain, karena jalan-jalan yang lain itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (QS. Al-An'am: 153) (HR. Ibnu Majah, no. 11)

 

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Wujud percaya diri sebagai orang Islam adalah dengan mengatakan: Isyhadu bi anna muslimun (Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah). Lafal ini terdapat dalam Al-Qur’an surat

 

﴿ قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ ٦٤ ﴾ ( اٰل عمران/3:64)

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.” (QS. Ali 'Imran/3:64)

 

Tafsir Ringkas Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa tatkala mereka tidak berani ber-mubahalah, sehingga tampaklah kebohongan dan kelemahan mereka, maka ayat ini mengajak mereka kepada tauhid dengan cara yang lebih lunak dan santun. Katakanlah, hai Nabi Muhammad, “Wahai Ahli Kitab! Jika kalian tetap menolak kebenaran hujjah tentang Isa bin Maryam padahal kalian mengetahuinya, maka marilah kita menuju kepada satu kalimat, pegangan yang sama yang memberi keputusan secara adil antara kami dan kamu, yaitu kitab Taurat dan kitab-kitab lainnya, termasuk Injil dan Al-Qur’an, bahwa di dalam kitab-kitab tersebut kita tidak diperbolehkan menyembah selain Allah dan kita tidak diperbolehkan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan jika cara ini juga tidak membawa hasil untuk mengajak mereka, maka yang terpenting bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah untuk diikuti dan dituruti perintahnya padahal perintah itu keliru. Jika mereka tetap berpaling dari kebenaran setelah terpenuhi bukti-bukti, maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim, yaitu orang-orang yang benar-benar berserah diri kepada Allah dan semata-mata beribadah kepada-Nya.”

Kata “isyhadu” maknanya adalah saksikanlah. “Bi anna” maksudnya adalah bahwa kami. “Muslimun” maksudnya adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah. Turunan dari kata muslim yang dalam KBBI artinya penganut agama Islam. Oleh sebab itu jangan malu menunjukkan identitas kita sebagai orang Islam. Allah berpesan pada orang-orang beriman, jangan sampai mati kecuali dalam keadaan berserah diri kepada Allah.

 

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ١٠٢ ﴾ ( اٰل عمران/3:102)

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Ali 'Imran/3: 102)

 

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Supaya bisa tetap dalam identitas muslim sampai akhir hayat, maka perlu istikamah. Adapun pengertian istikamah adalah sikap teguh pendirian dan selalu konsisten. Hal ini perlu kita tanamkan di dalam diri kita untuk senantiasa istikamah dalam kebaikan. Apa yang menjadi kondisi seorang muslim itu baik baginya, kalau dapat nikmat bersyukur, kalau dapat musibah ya bersabar. Allah berfirman,

 

﴿ اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ ٣٠ ﴾ ( فصّلت/41:30)

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap (dalam pendiriannya), akan turun malaikat-malaikat kepada mereka (seraya berkata), “Janganlah kamu takut dan bersedih hati serta bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. Fussilat/41:30)

 

Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa orang-orang yang mengatakan dan mengakui bahwa Tuhan Yang Menciptakan, Memelihara, dan Menjaga kelangsungan hidup, Memberi rezeki, dan yang berhak disembah, hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, kemudian mereka tetap teguh dalam pendiriannya itu, maka para malaikat akan turun untuk mendampingi mereka pada saat-saat diperlukan. Di antaranya pada saat mereka meninggal dunia, di dalam kubur, dan dihisab di akhirat nanti, sehingga segala kesulitan yang mereka hadapi terasa menjadi ringan.

Dalam hadis Nabi saw diterangkan bahwa teguh dalam pendirian itu merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seorang mukmin:

 

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ. صحيح مسلم ٥٥

Artinya: dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi dia berkata: "Saya berkata: 'Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang tidak aku tanyakan kepada seorang pun setelahmu, dan dalam riwayat hadis Abu Usamah, selainmu.' Beliau menjawab: 'Katakanlah, 'aku beriman kepada Allah' lalu beristikamahlah." (HR. Muslim, no. 55).

 

Menurut Abu Bakar, yang dimaksud dengan perkataan “istikamah” ialah tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.

Kepada orang yang beriman dan berpendirian teguh dengan tidak mempersekutukan-Nya, Allah menurunkan malaikat yang menyampaikan kabar menggembirakan, memberikan segala yang bermanfaat, menolak kemudaratan, dan menghilangkan duka cita yang mungkin ada padanya dalam seluruh urusan duniawi maupun urusan ukhrawi. Dengan demikian, dadanya menjadi lapang dan tenteram, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka. Sedangkan kepada orang-orang kafir, datang setan yang selalu menggoda mereka, sehingga menjadikan perbuatan buruk indah menurut pandangan mereka.

Waki dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa para malaikat memberikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman pada tiga keadaan yaitu, ketika mati, di dalam kubur, dan di waktu kebangkitan.

Kepada orang-orang yang beriman itu para malaikat mengatakan agar mereka tidak usah khawatir menghadapi hari kebangkitan dan hari perhitungan nanti. Mereka juga tidak usah bersedih hati terhadap urusan dunia yang luput dari mereka seperti yang berhubungan dengan keluarga, anak, harta, dan sebagainya.

Menurut Atha’, yang dimaksud dengan “alla takhafu wa laa tahzanu” ialah: janganlah kamu khawatir bahwa Allah tidak memberi pahala amalmu, sesungguhnya kamu itu diterima Allah, dan janganlah kamu bersedih hati atas perbuatan dosa yang telah kamu perbuat, maka sesungguhnya Allah mengampuninya.

Ayat ini selanjutnya menjelaskan bahwa para malaikat mengatakan kepada orang-orang beriman agar bergembira dengan surga yang telah dijanjikan para rasul. Mereka pasti masuk surga, dan kekal di dalamnya.

 

Bapak Ibu yang dirahmati Allah, ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui paparan singkat ini marilah untuk senantiasa dalam keadaan berserah diri kepada Allah. Berserah diri kepada Allah berarti memeluk agama Islam. Kita yang memeluk agama Islam itu hendaknya sampai mati. Supaya bisa memeluk agama Islam sampai mati, caranya dengan sitikamah. Sebab ada kabar bahagia bagi orang-orang yang istikamah dalam kebaikan, yaitu ampunan dari Allah dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Semoga bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan. Mari kita tutup dengan doa.

 

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّـيْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ، فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا، غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd., S.Pd., Gr.

 

Monday, November 17, 2025

Serial Fikih Pakaian: Sutra Dijadikan Alas Sama dengan Mengenakannya

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah menutup aurat. Manusia menutup aurat dengan pakaian. Perintah menutup aurat bagi anak Adam atau manusia itu datangnya dari Allah. Hal tersebut sebagai penanda pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lalu bagaimana pembahasannya? Oleh karenanya pada kesempatan kali ini membahas tentang sutra dijadikan alas sama dengan mengenakannya.

 

A. Riwayat Tentang Sutra Dijadikan Alas

Terdapat beberapa riwayat yang menerangkan mengenai ketentuan tentang sutra dijadikan alas sama saja dengan mengenakannya. Ketentuan tersebut terdapat dalam beberapa riwayat yang ada sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح البخاري ٥٣٨٩: حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5389: Telah menceritakan kepada kami Ali, telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir, telah menceritakan kepada kami Bapakku, dia berkata: saya mendengar Ibnu Abu Najih dari Mujahid dari Ibnu Abu Laila dari Hudzaifah RA dia berkata: "Nabi SAW melarang kami minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak, beliau juga melarang kami makan dari tempat tersebut, memakai kain sutra dan dibaj (kain sutera campuran) serta melarang duduk di atas kain tersebut."

 

Hadis Ke-2

سنن النسائي ٥٢٨١: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ قَالَ سَمِعْتُ عَاصِمَ بْنَ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْ اللَّهُمَّ سَدِّدْنِي وَاهْدِنِي وَنَهَانِي عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى الْمَيَاثِرِ وَالْمَيَاثِرُ قَسِّيٌّ كَانَتْ تَصْنَعُهُ النِّسَاءُ لِبُعُولَتِهِنَّ عَلَى الرَّحْلِ كَالْقَطَائِفِ مِنْ الْأُرْجُوَانِ.

Artinya: Sunan Nasa'i nomor 5281: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnul 'Ala ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris ia berkata: Aku mendengar Ashim bin Kulaib dari Abu Burdah dari Ali ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda kepadaku: "Ucapkanlah 'Ya Allah, luruskanlah perkataanku dan berilah aku petunjuk'. Beliau juga melarangku untuk duduk di atas alas pelana yang terbuat dari sutra. Yang dimaksud dengan alas pelana ini adalah kain yang bersulam sutra, biasanya ia dibuat oleh para wanita untuk keluarganya yang diletakkan di atas kendaraan, seperti kain tebal yang ada campuran warna merah."

 

B. Penjelasan Singkat

Kitab Mukhtasar Nailul Authar jilid 1 halaman 367 menerangkan bahwa pensyarah Rahintahullah Ta'ala mengatakan: Hadis di atas menunjukkan haramnya duduk di atas sutra, demikian menurut pendapat Jumhur. Sebagian orang yang memandang bolehnya duduk di atas alas sutera karena menilai tempat duduk itu sebagai tempat yang hina, hal ini dikiaskan dengan menggunakan bantal (alas duduk) dengan bahan yang ada campuran sutranya. Namun ini dalil yang batil sehingga tidak bisa dijadikan argumen untuk membantah nas yang ada.

 

C. Menyikapi Permasalahan Tentang Sutra Dijadikan Alas Sama dengan Mengenakannya

Era modern seperti sekarang ini, kebutuhan pokok akan sandang cukup melimpah. Rasa-rasanya sudah jarang sekali masyarakat yang kekurangan sandang sehingga tidak mampu menutupi bagian tubuh menggunakan pakaian. Oleh sebab itu, kemudahan akan sandang di era modern yang Allah berikan itu kita syukuri dengan berpakaian sebagai sarana menutup aurat. Orang Islam laki-laki hendaknya menghindari pakaian yang terbuat dari sutra. Selain itu, orang Islam laki-laki hendaknya tidak menggunakan sutra sebagai alas duduk. Hal tersebut dikarenakan menduduki sutra sama saja dengan memakainya bila memakai argumen di Kitab Mukhtasar Nailul Authar. Namun demikian bagi perempuan dibolehkan memakai sutra atau menudukinya. Bagi masyarakat umum kalangan menengah ke bawah, tentu mengenakan sutra atau menjadikan sutra sebagai alas duduk adalah suatu hal yang tidak lazim. Oleh sebab itu, insya Allah justru selamat karena tidak menerjang larangan tersebut. Wallahu a’lam.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan fikih pakaian sebagai sarana menutup aurat. Hal tersebut sebagai upaya taat kepada Allah dan Rasulullah. Semoga pelajaran mengenai fikih pakaian yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.