Islam adalah agama yang rahmah,
di waktu dan keadaan tertentu Islam memberikan berbagai keringanan (rukhsah)
bagi pemeluknya. Salah satu diantaranya ketika dalam keadaan perjalanan
(safar). Secara pengertian, as-safar adalah bepergian dari satu tempat ikamah
(tempat menetap/ tempat tinggal baik kota atau desa) ke suatu tempat di luar
daerah ikamahnya. Hal tersebut baik dengan tujuan yang bersifat ukhrawi (berhaji,
umrah, tabligh, dsb) maupun yang bersifat duniawi (berdagang, duta suatu negara,
dll). Adapun musafir adalah orang yang mengerjakan safar. Kebalikan dari
musafir adalah mukim.
Mukim yaitu
orang yang berada di tempat ikamahnya, yang artinya: menetap dan bertempat
tinggal di suatu tempat diantara anak-istri atau sanak keluarganya. Oleh sebab
itu, seseorang baru boleh dikatakan sebagai musafir apabila dia pergi dengan
memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada. Sedangkan apabila ia hanya sekedar
kaluar atau pergi dari rumah/ kampung dan tidak memenuhi ketentuan yang ada, orang
tersebut bukan dikatakan musafir, dan masih termasuk orang mukim. Apabila
seseorang memenuhi ketentuan sebagai musafir, tetaplah dia berhak menerima
keringanan-keringanan yang diberikan oleh agama bagi musafir. Keringanan
tersebut baik dia safar lama maupun sebentar, dengan susah payah maupun mudah
dan enak, di darat ataupun di laut, bahkan di udara sekalipun, maka tetap
dikatakan sedang safar dan orangnya disebut musafir. Hal itu merupakan
kemurahan Islam yang menjadikan penganutnya mudah dalam menjalankan agama.
Islam memberikan kemurahan demi
kemudahan melaksanakan salat bagi musafir, yaitu salat qasar. Adapun salat qashar
adalah memperpendek atau meringkas rakaat salat wajib, dari 4 rakaat menjadi 2
rakaat sebagai keringanan (rukhsah) bagi musafir. Mari kita simak
penjelasan singkat berikut mengenai salat qasar.
A.
Dalil Salat Qasar
Dalil disyariatkannya salat
qasar termuat di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 101. Adapun ayat yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
Dalil
Al-Qur’an Pertama
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟
مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟
ۚ إِنَّ ٱلْكَـٰفِرِينَ كَانُوا۟
لَكُمْ عَدُوًّۭا مُّبِينًۭا.
النساء: 101
Artinya:
Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qasar
salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu
adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. An-Nisa: 101).
Selain
dalil Al-Qur’an
surat An-Nisa ayat 101, terdapat hadis yang menerangkan tentang disyariatkannya
salat qasar. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis
Pertama
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى
عَنْ عِيسَى بْنِ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ سَمِعَ
ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ وَأَبَا بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ. البخارى
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya
dari 'Isa bin Hafsh bin 'Ashim berkata: telah menceritakan kepada saya Bapakku
bahwasanya dia mendengar Ibnu 'Umar RA berkata: Aku pernah menemani
Rasulullah SAW dalam bepergian, maka beliau tidak menambah salatnya melebihi
dua rakaat, demikian juga Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman RA”. (HR. Bukhari,
no. 1038).
Hadis
Kedua
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو
كُرَيْبٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ
أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ
ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَيْهِ
عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ { لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ
يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا } فَقَدْ
أَمِنَ النَّاسُ. فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ. فَسَأَلْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَ: صَدَقَةٌ
تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. و حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ ابْنِ
جُرَيْجٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي
عَمَّارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَيْهِ عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ
قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ إِدْرِيسَ. مسلم
Artinya: Dan telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib
dan Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim. Ishaq
mengatakan: telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang lainnya mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Ibnu Juraij
dari Ibnu Abu Ammar dari Abdullah bin Babaihi dari Ya'la bin
'Umayyah, katanya: “Aku pernah bertanya kepada ‘Umar bin Khaththab
(tentang firman Allah, yang artinya) “Maka tidaklah berdosa kamu meng-qasar
salat, jika kamu takut diserang orang kafir (QS.An-Nisa’: 101),” sedang manusia
sungguh sudah dalam keadaan aman (maksudnya tidak dalam kondisi perang).
Kemudian ‘Umar menjawab, “Aku (juga) heran sebagaimana apa yang kamu
herankan itu.” Lalu aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka
beliau menjawab, “Itu (mengqasar salat) adalah sedekah yang diberikan Allah
kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya itu.” Dan telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami, telah menceritakan kepada kami Yahya
dari Ibnu Juraij katanya: telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin
Abdullah bin Abu 'Ammar dari Abdullah bin Babaihi, dari Ya'la bin
'Umayyah katanya: Aku pernah bertanya kepada Umar bin Khatthab
semisal hadis Ibnu Idris. (HR. Muslim, no. 1108).
Hadis
Ketiga
ثنا الْمَحَامِلِيُّ، ثنا سَعِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ ثَوَابٍ، ثنا أَبُو عَاصِمٍ، ثنا عَمْرُو بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ
أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَانَ يَقْصُرُ فِي السَّفَرِ وَيُتِمُّ , وَيُفْطِرُ
وَيَصُومُ. قَالَ: وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ. الدارقطنى
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Al Mahamili, telah menceritakan kepada kami, Sa'id bin
Muhammad bin Tsawab, telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, telah
menceritakan kepada kami Amru bin Sa'id, dari Atha‘ bin Abi Rabbah,
dari Aisyah RA, bahwasanya Nabi SAW pernah mengqasar (salat) dalam
bepergian, dan pernah pula menyempurnakannya, dan beliau pernah berbuka (tidak
berpuasa), dan pernah juga tetap berpuasa. Dia mengatakan: Hadis ini sanadnya
shahih. (HR. Daruquthni, no. 2275).
Melalui dari dalil yang ada,
bisa kita pahami bahwa mengqasar salat bagi musafir itu adalah suatu rukhshah,
dan bukan sebagai keharusan. Adapun rukhsah tersebut dapat diambil bagi musafir
ataupun tidak diambil.
B. Salat
Fardu yang Bisa Dilaksanakan Qasar
Tidak semua salat fardu dapat
dilaksanakan secara qasar. Salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar
ketika safar diantaranya adalah salat Zuhur, Asar, dan Isya. Masing-masing
jumlah rakaat pada salat tersebut adalah empat rakaat, tetapi ketika perjalanan
dapat diringkas menjadi dua rakaat. Adapun hadis yang meriwayatkan beberapa
salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar ketika perjalanan adalah
sebagai berikut.
Hadis
Keempat
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ أَنْبَأَنَا يَزِيدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ
أَبِي الْجَعْدِ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ
كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ
الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرُ وَالْأَضْحَى رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ
قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ابن ماجه
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair berkata, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Bisyr berkata, telah memberitakan kepada kami Yazid
bin Ziyad bin Abu Al Ju'd, dari Zubaid, dari 'Abdurrahman bin Abu
Laila, dari Ka'b bin Ujrah, dari Umar (bin Khaththab) ia
berkata, "Salat safar itu dua rakaat, Jum'at dua rakaat, Idul Fitri dan
Idul Adha dua rakaat, sempurna tanpa meringkas sebagaimana sabda Muhammad
SAW." (HR. Ibnu Majah, no. 1054).
Keterangan: Hadis
pada riwayat tersebut hadis hasan. Hal tersebut karena ada perawi Yazid bin
Ziyad bin Abu Al Ju'd. An Nasa’i mengomentari laisa bihi ba`s (tidak
mengapa). Abu Hatim mengomentari la ba`sa bih (tidak apa-apa).
Hadis
Kelima
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا
يَحْيَى بْنُ قَيْسٍ الْمَأْرِبِيُّ حَدَّثَنَا ثُمَامَةُ بْنُ شَرَاحِيلَ قَالَ: خَرَجْتُ
إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَقُلْتُ: مَا صَلَاةُ الْمُسَافِرِ؟ قَالَ: رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ إِلَّا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ ثَلَاثًا. قُلْتُ: أَرَأَيْتَ إِنْ
كُنَّا بِذِي الْمَجَازِ؟ قَالَ: مَا ذُو الْمَجَازِ قُلْتُ مَكَانٌ نَجْتَمِعُ
فِيهِ وَنَبِيعُ فِيهِ وَنَمْكُثُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، أَوْ خَمْسَ عَشْرَةَ
لَيْلَةً. فَقَالَ: يَا أَيُّهَا الرَّجُلُ كُنْتُ بِأَذْرَبِيجَانَ لَا أَدْرِي
قَالَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ أَوْ شَهْرَيْنِ فَرَأَيْتُهُمْ يُصَلُّونَهَا
رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ. وَرَأَيْتُ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَصَرَ عَيْنِي يُصَلِّيهَا رَكْعَتَيْنِ. ثُمَّ نَزَعَ إِلَيَّ
بِهَذِهِ الْآيَةِ { لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
}. أحمد
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Bakr, telah mengabarkan kepada kami Yahya
bin Qais Al Ma`ribi, telah menceritakan kepada kami Tsumamah bin Syarahil,
dia berkata: Aku pergi kepada Ibnu ‘Umar, lalu aku bertanya, “Bagaimana
salatnya orang musafir itu?” Ia menjawab, “Dua rakaat dua rakaat, kecuali salat
Magrib, tiga rakaat.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika kami berada
di Dzul Majaz?” Ia bertanya, “Apa Dzul Majaz itu?” Aku menjawab, “Suatu tempat
yang kami berkumpul, berjual beli dan tinggal di situ selama dua puluh hari
atau lima belas hari.” (Ibnu ‘Umar) berkata, “Hai Tsumamah, aku
pernah di Adzrabiijaan (Tsumamah berkata, “Aku tidak ingat persis Ibnu
'Umar mengatakan empat bulan atau dua bulan) aku melihat mereka (para
sahabat) salat dua rakaat-dua rakaat. Dan aku melihat Nabi SAW penyejuk
pandangan mataku, beliau salat dua rakaat. (Tsumamah berkata), “Kemudian
(Ibnu ‘Umar) membacakan ayat ini kepadaku (yang artinya), “Sungguh telah
ada bagi kalian pada diri Rasulullah contoh yang baik (QS. Al-Ahzab: 21).”
(HR. Ahmad, no. 6136).
Hadis
Keenam
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ
الْمُحَارِبِيُّ يَعْنِي الْكُوفِيَّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمٍ عَنْ ابْنِ
أَبِي لَيْلَى عَنْ عَطِيَّةَ وَنَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ
فَصَلَّيْتُ مَعَهُ فِي الْحَضَرِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ
وَصَلَّيْتُ مَعَهُ فِي السَّفَرِ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَهَا
رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَهَا شَيْئًا
وَالْمَغْرِبَ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ سَوَاءً ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ لَا تَنْقُصُ
فِي الْحَضَرِ وَلَا فِي السَّفَرِ هِيَ وِتْرُ النَّهَارِ وَبَعْدَهَا
رَكْعَتَيْنِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ سَمِعْت مُحَمَّدًا
يَقُولُ مَا رَوَى ابْنُ أَبِي لَيْلَى حَدِيثًا أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْ هَذَا
وَلَا أَرْوِي عَنْهُ شَيْئًا. الترمذي
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Muharibi yakni Al Kufi, telah
menceritakan kepada kami Ali bin Hasyim dari Ibnu Abu Laila dari 'Athiyah
dan Nafi' dari Ibnu Umar, dia berkata: “Saya salat bersama Nabi
SAW waktu mukim dan waktu safar, dan saya salat bersama beliau waktu mukim
sebanyak empat rakaat dan setelahnya dua rakaat, saya juga salat Zuhur bersama
beliau waktu safar sebanyak dua rakaat dan setelahnya dua rakaat, salat Asar
dua rakaat dan beliau tidak mengerjakan dua rakaat setelahnya (Asar), beliau
salat Magrib tiga rakaat, beliau tidak menguranginya baik waktu mukim atau
safar, ia merupakan witirnya siang, setelahnya beliau melaksanakan dua rakaat.
Abu Isa berkata: ini adalah hadis hasan, saya pernah mendengar Muhammad
berkata: ini adalah hadis hasan, saya tidak pernah mendapati riwayat Ibnu
Abu Laila yang lebih menakjubkanku daripada hadis ini, padahal saya tidak
pernah mengambil riwayat sesuatupun darinya. (HR. Tirmidzi, no. 507).
Keterangan: Hadis
tersebut terdapat rawi Ibnu Abu Laila yang bernama Muhammad bin
'Abdur Rahman bin Abi Lailaa yang merupakan tabi'in kalangan biasa dan
wafat tahun 148 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Yahya bin Sa'id mengomentari
dla'if, Ahmad bin Hambal mengomentari buruk hafalan, Syu'bah mengomentari
paling buruk hafalannya, Abu Hatim mengomentari "kejujuran ada padanya,
namun buruk hafalannya," An Nasa'i mengomentari laisa bi qowi, Ibnu
Hajar Al 'Asqalani mengomentarinya shaduuq. Selain itu ada rawi yang
bernama Ali bin Hasyim bin Al Buraid yang merupakan tabi'ut tabi'in
kalangan pertengahan. Ia hidup di Kufah dan wafat tahun 180 H. Komentar ulama tenyangnya
diantaranya Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah, Abu Zur'ah mengomentari
shaduuq, An Nasa'i mengomentari laisa bihi ba`s, Ibnu Hibban
mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ad Daruquthni mengomentari
mendlaifkannya, Al 'Ajli mengomentari mentsiqahkannyanya, Ibnu Saad
mengomentari shalihul hadits, Ibnu Hajar mengomentari "shaduq,
syi'ah."
C. Riwayat
Pelaksanaan Salat Qasar Bagi Musafir
Apabila menelisik hadis-hadis
yang ada, terdapat berbagai riwayat yang memuat batasan-batasan yang menjadi
ketentuan dalam melakukan salat qasar. Adapun berbagai riwayat yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
1.
Pelaksanaan Salat Qasar Berdasarkan Jarak
Riwayat pelaksanaan salat qasar
yang berdasarkan jarak sebagaimana beberapa hadis yang ada. Berbagai hadis yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Jarak Sekitar 4 Barid (128
Km/ 96 Km/ 88,704 Km)
Riwayat salat qasar dengan
jarak minimal sekitar 4 barid adalah sebagai berikut.
Hadis
Ketujuh
وَأَخْبَرَنَا أَبُو حَامِدٍ أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ
بْنِ أَحْمَدَ الرَّازِيُّ الْحَافِظُ، أنبأ زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَبُو
بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا يُوسُفُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ، ثنا
حَجَّاجٌ، ثنا لَيْثٌ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ
أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ كَانَا يُصَلِّيَانِ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ،
وَيُفْطِرَانِ فِي أَرْبَعَةِ بُرُدٍ فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ. البيهقي
Artinya: Telah mengabarkan
kepada kami Abu Hamid Ahmad bin ‘Ali bin Ahmad Ar Razi Al Hafizh, telah
mencenceritakan kepada kami Zahir bin Ahmad, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr An Naisaburi, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin
Sa’id bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Laits, telah menceritakan kepadaku Yazid bin
Abi Habib, dari ‘Atha bin Abi Rabah, bahwasanya Abdullah bin Umar
dan Abdullah bin Abbas RA keduanya salat dua rakaat dan berbuka (tidak
berpuasa) dalam (perjalanan) 4 barid atau lebih dari itu (HR. Baihaqi, no. 4966).
Keterangan: Salat
qasar sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas RA setelah
menempuh jarak 4 barid atau lebih adalah perkataan ‘Atha bin Abi Rabah.
Mengenai konversi jarak ada beberapa versi. Adapun beberapa versi yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
1) Satu Farsakh dalam KBBI
dijelaskan ukuran jarak, sepanjang lebih kurang 8 km. Satu Mil dalam KBBI
dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda = 1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris
= 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan
kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 4 barid yaitu 16 farsakh. Oleh karena
itu 4 barid adalah 128 Km.
2) Satu farsakh = 3 Mil. 1 Mil
= 1,60934 Km atau dibulatkan menjadi 2 Km. Sehingga 4 barid adalah sekitar 96 Km.
3) Ada ulama yang menyatakan
bahwa jarak 1 farsakh itu sama dengan 4 Mil. Pada tahkik kitab Bidayatul
Mujtahid dituliskan bahwa 4 barid itu sama dengan 88,704 Km.
b. Jarak Sekitar Tiga Mil atau
Tiga Farsakh (24 Km/ 18 Km)
Riwayat salat qasar dengan
jarak minimal sekitar tiga mil atau tiga farsakh adalah sebagai berikut.
Hadis
Kedelapan
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ
يَزِيدَ الْهُنَائِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، عَنْ قَصْرِ
الصَّلَاةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ شُعْبَةُ
الشَّاكُّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ. مسلم
Artinya: Dan telah
menceritakan kepada kami Abu bakar bin Abu Syaibah dan Muhammad bin
Basyar, keduanya dari Ghundar. Abu Bakr mengatakan: telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far yaitu Ghundar dari Syu'bah
dari Yahya bin Zaid Al Huna'i, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas
bin Malik tentang mengqasar salat, lalu ia menjawab, “Dahulu Rasulullah SAW
apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh (Syu’bah ragu), maka beliau
salat dua rakaat.” (HR. Muslim, no. 1116).
Keterangan: Mengenai
konversi jarak ada beberapa versi. Adapun beberapa versi yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
1) Satu Farsakh dalam KBBI
dijelaskan ukuran jarak, sepanjang lebih kurang 8 Km. Satu Mil dalam KBBI
dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda =
1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar
Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 3
farsakh adalah sekitar 24 Km.
2) Pendapat lain menyatakan bahwa
1 farsakh = 3 Mil. 1 Mil = 1,60934 km atau dibulatkan menjadi 2 Km. Sementara 3
Mil = kira-kira 6 Km. Berarti 3 farsakh = kira-kira 18 Km.
c. Jarak Antara Madinah dan Dzul
Hulaifah
Riwayat salat qasar dengan
jarak antara Madinah Dzul Hulaifah adalah sebagai berikut.
Hadis
Kesembilan
حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ وَأَبُو الرَّبِيعِ
الزَّهْرَانِيُّ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادٌ وَهُوَ
ابْنُ زَيْدٍ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَيَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ كِلَاهُمَا عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
الظُّهْرَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ
رَكْعَتَيْنِ. مسلم
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Khalaf bin Hisyam dan Abu Rabi' Az Zahrani dan Qutaibah
bin Sa'id, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad
yaitu Ibnu Zaid. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Zuhair
bin Harb dan Ya'kub bin Ibrahim keduanya berkata: telah menceritakan
kepada kami Ismail, keduanya dari Ayyub dari Abu Qilabah
dari Anas bahwasanya Rasulullah SAW salat Zuhur di Madinah empat rakaat,
dan beliau salat ‘Asar di Dzul Hulaifah dua rakaat. (HR. Muslim, no. 1114).
Keterangan: Jarak
dari Madinah sampai Dzul Hulaifah itu kira-kira 6 Mil. Satu Mil dalam KBBI
dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda =
1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar
Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 6
Mil adalah sekitar 12 Km.
Tentang berapa kilometer
jauhnya seseorang disebut sebagai musafir itu tidak ada penjelasan yang tegas
dari Nabi SAW, tetapi yang jelas beliau bepergian dari Madinah ke Makkah. Ketika
baru sampai di Dzul Hulaifah beliau sudah mengqasar salat, sedangkan jarak dari
Madinah sampai Dzul Hulaifah itu kira-kira 6 mil (sekitar 12 km).
d. Jarak Sekitar Tiga Mil
Riwayat salat qasar dengan
jarak minimal sekitar tiga mil adalah sebagai berikut.
Hadis Kesepuluh
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، ثَنَا إسْمَاعِيلُ ابْنُ
عُلَيَّةَ، عَنِ الْجُرَيْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْوَرْدِ بْنِ ثُمَامَةَ، عَنِ
اللَّجْلَاجِ، قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
ثَلَاثَةَ أَمْيَالٍ فَيَتَجَوَّزُ فِي الصَّلَاةِ وَيُفْطِرُ . ابن أبي شيبة
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr, telah menceritakan kepada kami Ismail bin
‘Ulayyah, dari Al Juraij, dari Abi Al Ward bin Tsumamah, dari
Al Lajlaaj, ia berkata: Kami pernah safar bersama Umar (bin Khaththab)
RA, beliau melakukan perjalanan sejauh tiga mil mengqasar salat dan berbuka”
(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah, no. 8811).
Keterangan: Satu
Mil dalam KBBI
dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda = 1.000 m,
Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka
1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 3 Mil adalah
sekitar 6 Km. Namun demikian, hadis tersebut munqathi’ karena rawi Abi
Al Ward bin Tsumamah merupakan tabi’in yang hidup di Bashrah, tetapi tidak
bertemu sahabat. Sedangkan Al Lajlaaj merupakan sahabat yang negeri
hidupnya di Syam. Sementara rawi Ismail bin ‘Ulayyah yang bernama Isma'il
bin Ibrahim bin Muqsim merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan dan
wafat tahun 193 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Syu'bah mengomentari Sayyidul
Muhadditsin, Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah ma`mun, Muhammad
bin Sa'd mengomentari tsiqah tsabat hujjah, Abdurrahman bin Mahdi
mengomentari dia lebih kuat dari Husyaim, Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah
ma`mun, Abu Dawud mengatakan "tidak ada seorang muhaddits kecuali melakukan
kesalahan, kecuali Ibnu 'Ulaiyah dan Bisyr bin Al Mufadldlal,"
Yahya bin Said mengomentari lebih kuat daripada Wuhaib, As Saji mengomentari perlu
dikoreksi ulang, An Nasa'i mengomentari tsiqah tsabat, Ibnu Hajar Al
'Asqalani mengatakan dlaif, Adz Dzahabi mengatakan dlaif.
2.
Pelaksanaan Salat Qasar Berdasarkan Waktu
Riwayat yang termasuk safar
sehingga bisa dilaksanakan salat qasar berdasarkan waktu sebagaimana beberapa
hadis yang ada. Berbagai hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Salat qasar selama 18 hari
Riwayat salat qasar selama 18
hari adalah sebagai berikut.
Hadis
Kesebelas
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ ح و حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ
وَهَذَا لَفْظُهُ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ
عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَهِدْتُ مَعَهُ الْفَتْحَ فَأَقَامَ بِمَكَّةَ ثَمَانِي
عَشْرَةَ لَيْلَةً لَا يُصَلِّي إِلَّا رَكْعَتَيْنِ وَيَقُولُ يَا أَهْلَ
الْبَلَدِ صَلُّوا أَرْبَعًا فَإِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ. أبي داوود
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Hammad.
Dan telah di riwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Ibnu 'Ulayyah, lafal
hadis ini dari dia, telah mengabarkan kepada kami Ali bin Zaid dari Abu
Nadlrah dari 'Imran bin Hushain dia berkata: Aku pernah berperang
bersama Rasulullah SAW, dan aku mengikuti penaklukan (Makkah) bersama beliau,
lalu beliau tinggal di Makkah selama delapan belas hari, beliau tidak salat
kecuali dua rakaat, dan beliau bersabda, “Hai penduduk Makkah, salatlah kalian
empat rakaat, karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud, no. 1040).
Keterangan: Terkait
rawi Ali bin Zaid bin 'Abdullah bin Jud'an merupakan tabi'in kalangan
biasa, hidup di Bashrah, dan wafat 131 H. Komentar Ulama tentangnya Ahmad bin
Hambal mengatakan laisa bi qowi, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if,
Al 'Ajli mengatakan laisa bi qowi, Abu Zur'ah mengatakan laisa bi
qowi, An Nasa'i mengomentari dla'if, dan Ibnu Hajar mengomentari dla'if.
b. Salat qasar selama 19 hari
Riwayat salat qasar selama 19
hari adalah sebagai berikut.
Hadis
Keduabelas
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ
حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ وَحُصَيْنٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ
عَشَرَ قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا أَتْمَمْنَا. البخاري
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Musa bin Isma'il berkata: telah menceritakan kepada kami Abu
'Awanah dari 'Ashim dari Hushain dari 'Ikrimah dari Ibnu
'Abbas RA berkata: Nabi SAW (ketika menaklukkan Makkah), beliau tinggal di
sana selama 19 hari, beliau mengqasar salat, maka kami apabila bepergian selama
19 hari, kami mengqasar salat, dan jika lebih dari itu, kami salat tamam.” (HR.
Bukhari, no. 1018).
c. Salat qasar selama 20 hari
Riwayat salat qasar selama 20 hari adalah sebagai berikut.
Hadis
Ketigabelas
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ: أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِتَبُوكَ عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ الصَّلَاةَ. قَالَ أَبُو دَاوُد غَيْرُ
مَعْمَرٍ يُرْسِلُهُ لَا يُسْنِدُهُ. أبي داوود
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq,
telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Yahya bin Abu Katsir
dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban dari Jabir bin Abdullah,
dia berkata: “Rasulullah SAW pernah tinggal di Tabuk selama dua puluh hari,
beliau mengqasar salat.” (HR. Abu Dawud, no. 1046).
d. Salat qasar selama 6 bulan
Riwayat salat qasar selama 6
bulan adalah sebagai berikut.
Hadis
Keempatbelas
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ،
وَأَبُو بَكْرِ بْنُ الْحَسَنِ الْقَاضِي، قَالا: ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ
بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّغَانِيُّ، ثنا مُعَاوِيَةُ
بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْفَزَارِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: أُرِيحَ عَلَيْنَا
الثَّلْجُ وَنَحْنُ بِأَذْرَبِيجَانَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ فِي غَزَاةٍ. قَالَ ابْنُ
عُمَرَ: وَكُنَّا نُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ. البيهقي
Artinya: Telah mengabarkan
kepada kami Abu ‘Abdillah Al Hafizh, dan Abu Bakr bin Al Hasan Al
Qadli, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Al ‘Abbas
Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq
Ash Shaganiy, telah menceritakan kepada kami Mu’Awiyah bin ‘Amri,
dari Abi Ishaq Al Fazari, dari ‘Ubaidillah bin ‘Umar, dari Nafi’,
dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ia berkata, “Kami pernah terkepung salju
selama enam bulan, pada waktu itu kami sedang berada di Adzrabiijaan dalam
suatu peperangan, dan kami salat dua rakaat.” (HR. Baihaqi, no. 5043).
e. Salat qasar selama safar
Riwayat salat qasar selama
safar adalah sebagai berikut.
Hadis
Kelimabelas
حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ يَزِيدَ أَبُو الْحَسَنِ
الأَنْمَاطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَرِمٍ، قَالَ: سُئِلَ جَابِرُ
بْنُ زَيْدٍ، عَنِ الصَّلاةِ فِي مَوَاقِيتِهَا؟ فَقَالَ: زَعَمَ أَبُو هُرَيْرَةَ
أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
مَكَّةَ فِي الْمَسِيرِ، وَالْمَقَامِ بِمَكَّةَ إِلَى أَنْ رَجَعُوا رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ. أبي داود الطيالسي
Artinya: Telah menceritakan
kepada kami Habib bin Yazid Abu Al Hasan Al Anmathi, ia berkata: telah
menceritakan kepada kami Umar bun Harim, ia berkata: Jabir bin Zaid
ditanya bagaimana salat pada waktu yang ditentukan? Ia berkata: Abu
Hurairah mengaku bahwasanya ia salat bersama Rasulullah SAW dua rakaat-dua rakaat
dalam perjalanan ke Makkah, selama mukim di Makkah sampai pulang (ke Madinah).
(HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam musnadnya, no. 2689).
D. Penjelasan
Singkat
Berbagai dalil yang ada bisa
kita pahami bahwa mengqasar salat bagi musafir itu adalah suatu rukhshah,
dan bukan sebagai keharusan. Adapun rukhsah tersebut dapat diambil bagi musafir
ataupun tidak diambil. Salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar adalah
salat Zuhur, Asar, dan Isya. Masing-masing rakaat salat tersebut adalah empat
rakaat yang mana apabila diqasar menjadi dua rakaat. Adapun salat Magrib dan
Subuh itu dibiarkan saja jumlah rakaatnya (tidak bisa diqasar). Hal tersebut
sebagaimana hadis riwayat Ahmad nomor 6136. Adapun salat qasar ini adalah rukhsah
(keringanan) yang bisa diambil ataupun tidak diambil. Penulis dalam hal ini
lebih condong pada jarak minimal pelaksanaan salat secara qasar ketika safar adalah
sebagaimana jarak antara Madinah dan Dzul Hulaifah, yaitu sekitar 12 Km.
Penulis lebih condong pada
jarak minimal salat secara qasar ketika safar sebagaimana jarak antara Madinah dan
Dzul Hulaifah, yaitu sekitar 12 Km karena sebagaimana hadis riwayat Muslim
nomor 1114. Apabila hadis riwayat Baihaqi nomor 4966 itu
benar, maka hal tersebut adalah perbuatan sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah
bin Abbas RA yang mana keduanya salat dua rakaat dan berbuka (tidak
berpuasa) dalam perjalanan 4 barid atau lebih dari itu. Sebagaimana zahir
hadis, perbuatan tersebut tidak disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara
itu, hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah nomor 8811
merupakan hadis yang munqathi karena rawi Abi Al Ward bin Tsumamah
merupakan tabi’in yang hidup di Bashrah, tetapi tidak bertemu sahabat.
Sedangkan Al Lajlaaj merupakan sahabat yang negeri hidupnya di Syam.
Selain itu, hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah nomor
8811 dianggap
lemah karena ada rawi Ismail bin ‘Ulayyah yang bernama Isma'il bin
Ibrahim bin Muqsim. Ia dilemahkan oleh Ibnu Hajar Al 'Asqalani yang mengatakan
dlaif, dan Adz Dzahabi yang mengatakan dlaif.
Hadis riwayat Abu Dawud nomor
1040 terdapat rawi Ali bin Zaid bin 'Abdullah bin Jud'an merupakan
tabi'in kalangan biasa, hidup di Bashrah, dan wafat 131 H. Ia dilemahkan oleh
An Nasa'i yang mengomentari dla'if, dan Ibnu Hajar yang mengomentari dla'if.
Hadis riwayat Bukhari nomor 1018, hadis riwayat Abu Dawud nomor 1046, dan hadis
riwayat Baihaqi nomor 5043 menyatakan
riwayat lamanya waktu ketika safar. Sedangkan hadis riwayat Abu Dawud
Ath-Thayalisi dalam musnadnya nomor 2689
meriwayatkan salat secara qasar selama safar, yaitu ketika perjalanan ke
Makkah, selama mukim di Makkah sampai pulang ke Madinah. Oleh karena itu, pelaksanaan
salat qasar tersebut bisa dilakukan selama safar sebagaimana hadis Abu Dawud
Ath-Thayalisi. Wallahu a’lam bishshawwab.
Demikianlah berbagai dalil
ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang
kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar
dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain
dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun
sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga
kita semuanya mampu melaksanakan salat berjamaah dengan baik dan benar sebagai
upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.