Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Manusia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi antara satu
dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Fenomena tersebut membuat ilmuwan
terdahulu yaitu Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah makhluk zoon
politicon, yang maksudnya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan
berinteraksi satu sama lain. Interaksi bisa diartikan suatu tindakan yang
terjadi bila dua pihak atau lebih manusia saling mempengaruhi atau memiliki efek
satu sama lain.
Pada pengertian lain, interaksi merupakan suatu peristiwa saling
mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, yang
kemudian berkomunikasi satu sama lain. Masyarakat pada umumnya berkomunikasi
secara lisan atau verbal yang mudah dimengerti. Komunikasi sendiri artinya
adalah suatu proses penyampaian informasi baik pesan, ide, dan gagasan dari
satu pihak ke pihak lain. Dalam penyampaian informasi, manusia acap kali
kebablasan sehingga timbullah berbagai informasi yang tidak benar dan tidak
patut untuk disebarluaskan.
Berbagai persitiwa kebablasan dalam penyampaian informasi berdampak
bagi seseorang, kelompok atau pihak-pihak tertentu. Dalam koridor Islam, hal
tersebut telah diatur supaya manusia tidak terpeleset menjadi orang yang
dhalim. Sebab Islam tidak hanya mengatur urusan beribadah tetapi juga termasuk
didalamnya adalah bermuamalah. Dengan demikian, dalam bermuamalah kita perlu
memperhatikan rambu-rambu dari Alloh SWT dan Rasulullah SAW. Sehingga pada
suatu pertemuan kita mampu menghindari pembicaraan yang berupa suudzon,
tajassus, ghibah, dan namimah. Perintah tersebut disebutkan dalam Al Quran
Surat Al Hujurat (49) ayat 11:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن
قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ
أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟
بِالْأَلْقٰبِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ
فَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan) dan jangan
pula wanita-wanita (memperolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
memperolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah
kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat,
maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. [QS. Al-Hujurat : 11]
Dalam ayat tersebut telah tertulis jelas bahwa kita dilarang untuk
mengolok-olok orang lain karena bisa jadi mereka lebih baik dari kita dan
perintah untuk tidak mencela diri sendiri serta memanggil orang lain dengan
panggilan yang buruk. Agar kita tidak termasuk orang-orang yang dhalim, maka
perlu kita ketahui bersama apa itu suudzon, tajassus, ghibah, dan namimah.
1. Suudzon
Suudzon artinya adalah prasangka buruk. Berbagai prasangka buruk
terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati. Sebagian besarnya, tuduhan
itu tidak dibangun di atas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi
adalah asal tuduh kepada saudaranya. Berbagai prasangka terlintas didalam
pikiran misalnya, si A begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan
demikian. Parahnya, persangkaan tersebut tiada berdasar dan tidak beralasan.
Memang semata-mata sifat suka curiga dan penuh sangka seseorang kepada orang
lain, lalu membiarkan zhan (dugaan) tersebut bersemayam di dalam hati dan
bahkan membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain. Padahal suudzon
kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/ bukti merupakan perkara yang
terlarang.
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 12
sebagai berikut:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ اجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم
بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
ۚ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebahagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
mempergunjingkan sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujurat : 12]
Dan dalam hadits
Rasulullah SAW disebutkan:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ:
اِيَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ. وَ لاَ
تَحَسَّسُوْا وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَنَافَسُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَ لاَ
تَبَاغَضُوْا وَ لاَ تَدَابَرُوْا، وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا. مسلم 4:
1985
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, “Jauhkanlah diri kalian dari berprasangka (buruk), karena prasangka
(buruk) itu adalah sedusta-dusta perkataan (hati), janganlah kalian
mendengar-dengarkan (pembicaraan orang lain) dan janganlah kalian mencari-cari
kesalahan orang lain, janganlah kalian bersaing yang tidak sehat, janganlah
kalian saling mendengki, janganlah saling membenci dan janganlah saling
membelakangi. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1985]
2. Tajassus
Tajassus merupakan mencari-cari kesalahan orang lain, terutama yang
terus ingin dicari aibnya adalah orang-orang beriman. Larangan tajassus sudah
termaktub dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 12 dan hadist tadi. Allah SWT
melarang kita untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Entah itu dengan
menyelidikinya secara langsung atau dengan bertanya kepada temannya. Tajassus
biasanya merupakan kelanjutan dari prasangka buruk sebagaimana yang Allah SWT dan
Rasulullah larang dalam beberapa kalimat sebelum pelarangan sikap tajassus.
3. Ghibah
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim,
baik tentang agama, kekayaan, akhlak, atau bentuk lahiriyahnya, sedang
seseorang tersebut tidak suka bila hal itu disebutkan. Hal tersebut dilakukan dengan
cara membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang
yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok. Banyak orang meremehkan
masalah ghibah, padahal ghibah adalah sesuatu yang keji dan kotor. Pengertian
ghibah terdapat pada hadist berikut:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَ
تَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. قَالَ:
ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: اَفَرَأَيْتَ اِنْ كَانَ فِى اَخِى مَا
اَقُوْلُ؟ قَالَ: اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ اِنْ
لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ. مسلم 4: 2001
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada para
shahabatnya), “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Para shahabat menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “(Ghibah) ialah
kamu menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia tidak suka”. Ada yang
bertanya kepada beliau, “Bagaimana pendapat engkau jika keadaan saudaraku itu
memang betul-betul seperti apa yang aku katakan?”. Rasulullah SAW bersabda,
“Jika keadaan saudaramu itu betul seperti apa yang kamu katakan, maka sungguh
kamu telah berbuat ghibah kepadanya. Dan jika (apa yang kamu katakan itu) tidak
ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat buhtan (kebohongan) kepadanya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2001]
4. Namimah
Namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu
domba antara seseorang dengan si pembicara. Alloh tidak suka kepada orang yang
menyebarkan berita yang dasarnya hanya "katanya dan katanya" untuk
tujuan adu domba, dan Allah SWT berfirman:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ. هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ
بِنَمِيمٍ. مَّنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ. عُتُلٍّۭ بَعْدَ ذٰلِكَ زَنِيمٍ.
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi
hina, yang banyak mencela, yang kian-kemari menghambur fitnah, yang banyak
menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku
kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya. [QS. Al-Qalam (68): 10-13].
Orang yang melakukan namimah tidak akan masuk surga. Hal itu
sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut:
عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ: كُنَّا جُلُوْسًا
مَعَ حُذَيْفَةَ فِى الْمَسْجِدِ. فَجَاءَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ اِلَيْنَا.
فَقِيْلَ لِحُذَيْفَةَ: اِنَّ هَذَا يَرْفَعُ اِلَى السُّلْطَانِ اَشْيَاءَ.
فَقَالَ حُذَيْفَةَ اِرَادَةَ اَنْ يُسْمِعَهُ: رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ. مسلم 1: 101
Dari Hammam bin Harits, ia berkata: Dahulu ketika kami sedang duduk
bersama Hudzaifah di masjid, datanglah seorang laki-laki ikut duduk diantara
kami, lalu dikatakan kepada Hudzaifah, “Sesungguhnya orang ini suka melaporkan
omongan-omongan kepada penguasa”. Maka Hudzaifah berkata agar didengar orang
tersebut: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang
yang suka berbuat namimah”. [HR. Muslim juz 1, hal 101]
Oleh sebab itu kita sebagai kaum muslim semestinya berhati-hati
dalam berinteraksi. Jangan hanya karena miskomunikasi, umat jadi terpecah
belah. Kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk taat kepada Alloh dan
Rasul-Nya, serta tidak berbantah-bantahan karena justru akan memperlemah umat.
Hal tersebut sebagaimana dalam surat Al Anfaal (8) ayat 46:
وَأَطِيعُوا۟ اللَّـهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنٰزَعُوا۟
فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ اللَّـهَ مَعَ
الصّٰبِرِينَ.
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [QS. Al-Anfaal : 46]
Seorang muslim merupakan saudara bagi muslim lainnya. Hal tersebut dijelaskan
dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 10:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
ۚ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat. [QS.
Al-Hujurat: 10]