Karya: Aguk Irawan MN
Allah-ku, duhai Allah, kekasih hatiku
Saat aku sendiri menikmati rasa cinta
Maafkan cintaku pada-Mu, mesti kubagi
Satu untuk-Mu, satu lagi untuk Nisa-ku
Cinta membeku dan mencair dalam takdir-Mu
O, Allah-ku, maafkan aku, maafkan tauhidku
Apakah aku kufur, bila malam ini Kau kumadu?
Apakah aku salah, bila cintaku pada hamba lebih?
Tapi andai saja kau tak beri aku cinta sebesar ini
Tentu, tentu saja aku tak akan menduakan-Mu
Karena itu, apa aku salah menggenggam pemberian-Mu
Dan melambungkan rahasia alif lammim-Mu?
(Halaman: 163)
Demikian sebuah puisi yang dituliskan oleh Ridho, tokoh
utama dalam novel ini. Ridho yang merupakan mahasiswa Al-Azhar, Mesir, yang
dalam novel ini diceritakan sedang dilanda kegalauan dalam hal mencari pasangan
hidup. Diceritakan dalam novel bahwa Ridho pernah menyatakan cinta pada seorang
gadis bernama Laily, namun sungguh disayangkan, cinta Ridho bertepuk sebelah
tangan. Berbeda dengan pengalaman Ridho sebelumnya, ia menemukan “legenda
pribadi” dalam rihlah (tour) bersama
kawannya, Irwan ke Luxor, Aswan, dan Abou Simbel.
Dalam rombongan rihlah,
Ridho akhirnya bertemu dengan Eva Ratu Nisa –mahasiswa yang nilai akademisnya
menonjol, cantik dan juga merupakan aktivis– yang kebetulan datang terlambat
bersama Khumaria, Fathimah, Sri Rahmawati dan Arisna Dewi. Awalnya Ridho tidak
begitu menghiraukan gadis berjilbab itu, hingga akhirnya Nisa menyapa Ridho
dengan menawarkan jeruk yang dibawanya.
Kerisauan Ridho terpicu kabar bahwa adik laki-lakinya
telah menikah, dan adik perempuannya pula sudah memiliki dua anak. Kebetulan
menghantarkannya dan Irwan, mendapat deretan kursi bersebelahan dengan deretan
kursinya Nisa dan teman-temannya. Hal itu membuatnya salah tingkah. Ia merasa Nisa terlalu hebat untuknya.
Mahasiswa asal Indonesia mana yang tak tahu Eva Ratu Nisa, ketua WIHDAH,
organisasi yang menaungi seluruh mahasiswi Indonesia di Mesir. Dan untuk kedua
kalinya, Nisa yang menyapa terlebih dahulu. Tak disangka, Nisa pun hadir dalam
mimpi Ridho.
Ridho terheran, mana mungkin gadis cantik, aktivis,
cerdas mau dengan dirinya. Namun ia teringat perkataan Ra’dullah al-Farghani, mursyid-nya: bahwa seorang hamba yang
tangguh selalu siap menempuh resiko. Meskipun ia harus menderita dengan apa
yang hendak ia wujudkan itu, tak menjadi soal. Meskipun sering digodain Irwan perihal mimpinya, ia
bertekat meminang Nisa.
Namun apa boleh dikata, Menurut Gus Nas, Nisa sudah memiliki
tambatan hati lain. Untuk meminang Nisa, Ridho sengaja meminta bantuan Gus Nas
karena Nisa dulunya merupakan santrinya Gus Nas ketika di pesantren. Mendengar
berita itu, Ridho menyangkalnya dan yakin bahwa Nisa ialah jodohnya. Dia begitu
yakin lantran pertanda dan mimpinya. Seakan ia tahu jalan takdirnya.
Ridho yang begitu yakin bahwa Nisa adalah takdirnya,
adalah jodohnya membuat hatinya begitu tersayat akan kabar dari Gus Nas. Tak
berhenti disitu, perasaannya semakin menjadi-jadi, ia bersyukur akan anugerah
yang telah dikaruniakan-Nya itu. Pikirannya yang melulu Nisa, mengganggu kinerja
Ridho di KBRI di Mesir. Ridho bekerja sebagai sopir di KBRI. Sampai akhirnya ia
mendapat surat peringatan beberapa kali.
Perasaan Ridho yang besar kepada Nisa, membuat Mubasyir,
kawan karibnya terpana. Bagaimana tidak, Ridho mengklaim Nisa adalah istrinya
dan mengaku dinikahkan oleh malaikat. Namun Mubasyir memahami, cinta yang
terlalu besar bisa menjadikan orang gila, jika ia tak bisa menempatkan pada
tempatnya.
Meskipun kadang rajin, kadang ogah-ogahan, kali ini Ridho begitu mantap pergi ke kantor kedutaan.
Irwan yang biasanya cuek, merasakan ada firasat hingga menginggatkan sahabatnya
itu untuk hati-hati. Bayangan Nisa semakin lekat, hingga tanpa sadar
menepuk-nepuk Mercy hingga melaju cepat di jalanan El-Tayaran. Pak Ardiansyah
yang berada di jok belakang terdiam, karena pikirannya tertuju pada tujuannya,
Nasr City. Sedangkan Ridho, terbayang dalam keagungan cinta. Hingga akhirnya ia
menabrak seorang gadis, namanya Nabila, yang kemudian diketahui putri Syeikh Ra’dullah.
Semenjak peristiwa itu, akhirnya Ridho terkena PHK dari tempatnya bekerja,
KBRI.
Dalam pengembaraan, selepas dari kantor Pak Ardiansyah di
KBRI untuk memohon maaf dan kesempatan kedua, ia teringat mursyid-nya. Ia berniat mengunjunginya di kawasan Dirasah yang
berjarak 25 KM dari Garden City.
Nasehat Syikh Ra’dullah kepada Ridho, jadilah syakir, orang yang bersyukur dan cinta,
menurut mahabbah, sesuai riwayat
diturunkan dari kata hibbah, benih-benih
yang jatuh ke bumi di padang pasir. Sebutan ‘hubb (cinta) diberikan kepada ’hibb
(benih-benih). Sebab cinta ialah sumber kehidupan, sama halnya dengan benih
yang merupakan asal tanaman. Hal itu pula yang menginspirasinya untuk usaha
tauge, yang dikenal dengan ‘nabat ful
magnun li intag’, tanaman kedelai produksi si majenun. Mengingat setelah di berhentikan di KBRI, usaha tersebut
membantunya dalam kehidupan sehari-hari. Melihat usaha tersebut, Irwan
menyarankan distribusinya ditambah hingga ke hotel-hotel. Pak Ardiansyah pemberi
modal, kemudian menawarkan agar Mahmud membantu distribusi ke hotel-hotel. Tak
sampai disitu, Ridho juga membuat tahu. Cinta murni. Ridho bilang bahwa cinta
murni diambil dari sari habbah atau
biji-bijian. Ridho tidak ingin benih itu berkembang menjadi kecambah dan kemudian
dimiliki orang. Tak hilang lekat bayangan Nisa, tahu putih yang dibuatnya itu
juga akan dipesembahkan kepada Nisa permata hatinya.
Sesampainya di sekretariat Wihdah, tempat tinggal Nisa,
Ridho bertemu dengan Nisa yang bergegas akan mengurus ijazah S1 yang sudah
dikeluarkan pihak Al-Azhar. Salam pun dilantunkan Nisa kepada semua penghuni
rumah. Ridho yang sudah beberapa saat di luar juga membalas salam, namun
terbata-bata. Sontak, Nisa pun menyapanya. Namun yang terjadi, Ridho terkulai
lemas di lantai. Hal itu membuat Nisa menangis, mengapa harus dirinya, ia
ketakutan. Mubasyir yang tinggalnya tak jauh dari Wihdah, datang untuk membantu
menyadarkan Ridho. Ridho pun dipapah Mubasyir dan kawan-kawan kembali ke
Bangkit Ulama. Ridho yang kemudian sadar, tatapannya kosong. Seakan merenungi
apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Ridho yang semakin tak terkendali dan heboh di lingkaran
kedutaan, akhirnya harus dipulangkan. Awalnya ia menolak, namun berkat dengan alasan mengawal TKW untuk kembali pulang ke tanah air, ia menyetujuinya. Irwan
sahabat karibnya, Nur Fathi dan Nabila mendapat persetujuan baba-nya, turut serta dalam misi
pengawalan. Nabila yang merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi, Al-Azhar ingin
mempelajari apa yang terjadi pada Ridho. Sesampainya di tanah air, sesuai
kesepakatan keluarganya, Ridho akan dipasung. Namun Nabila yang tak tega,
mengupayakan agar tidak dilakukan dengan dalih kemanusiaan. Hal itu karena
debat kusir Ridho dengan adiknya yang berujung pada pisau yang mengenai Nabila.
Nabila sebenarnya menyetujui usulan Nur Fathi untuk membawa Ridho ke Rumah
Sakit Jiwa, akan tetapi Nabila beranggapan bahwa bukan penyakit, namun aspek
kehidupan murni yang bersifat transenden. Suasana hening sejenak, hingga
akhirnya Nur Fathi mempunyai ide yang bisa menyembuhkan Ridho adalah dengan ruqyah.
Kakak Ridho pun mendatangi rumah seorang dukun, Ki
Wangsit. Ia meminta bantuan Ki Wangsit untuk menyembuhkan Ridho. Ki Wangsit pun
menyarankan agar Kakak Ridho pulang, dan nanti akan di susul Ki Wangsit.
Menurut Ki Wangsit ada dua jin tua yang menikuti Ridho. Ritual pun dimulai
dengan mengikat kedua tangan Ridho dan merendam tubuhnya dalam sungai. Ridho
sontak berteriak bahwa ia sudah dipanggil oleh Sang Kekasih. Hingga suaranya kian
melemah, Ki Wangsit tetap mengikuti nalurinya untuk menyelup-nyelupkan wajah
Ridho. Kemudian, Ki Wangsit mulai melepaskan ikatan di tangannya Ridho. Ia
angkat tubuh Ridho dari sungai. Ki Wangsit mencoba menahan diri dari
tangisnya, hingga tak tahan untuk mengatakan: innalillahi wainnailaihi rajiun.
Secara umum, novel ini mengisahkan perjalanan sufistik
masa kini yang berdasarkan kisah nyata. Namun sebagai usulan, perlu perhatian dalam
penulisannya masih terdapat kata yang salah cetak.
Keterangan:
Penerbit : Glosaria Media
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman :
xxii + 392 halaman
Ukuran :
12 x 19 cm
ISBN : 978-602-7731-44-8
No comments:
Post a Comment