Monday, October 6, 2025

Serial Fikih Menutup Aurat: Aurat Tampak Ketika Salat dengan Pakaian Tidak Dikancingkan

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah menutup aurat. Perintah menutup aurat bagi anak Adam atau manusia itu datangnya dari Allah. Hal tersebut sebagai penanda pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lalu bagaimana pembahasannya? Oleh karenanya pada kesempatan kali ini membahas mengenai aurat tampak ketika salat dengan pakaian tidak dikancingkan.

 

A. Riwayat Salat dengan Satu Pakaian

Terdapat beberapa riwayat yang menerangkan mengenai salat dengan satu pakaian. Riwayat tersebut ada karena sederhananya di masa Nabi dan para sahabat. Pada dasarnya salat dengan satu pakaian adalah suatu kebolehan. Namun demikian, akan lebih baiknya bila mengenakan pakaian lengkap dan tidak longgar sehingga terlihat aurat ketika rukuk dan sujud. Dalil dalam pembahasan kali ini di antaranya.

 

Hadis Ke-1

مسند أحمد ١٥٩٢٥: قَالَ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا عَطَّافٌ عَنْ مُوسَى بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ قَالَ سَمِعْتُ سَلَمَةَ بْنَ الْأَكْوَعِ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَكُونُ فِي الصَّيْدِ فَأُصَلِّي وَلَيْسَ عَلَيَّ إِلَّا قَمِيصٌ وَاحِدٌ قَالَ فَزُرَّهُ وَإِنْ لَمْ تَجِدْ إِلَّا شَوْكَةً.

Artinya: Musnad Ahmad Nomor 15925: (Ahmad bin Hanbal) berkata: telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Al Qasim berkata: telah menceritakan kepada kami 'Aththaf dari Musa bin Ibrahim bin Abu Rabi'ah berkata: saya telah mendengar Salamah bin Al Akwa' berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berburu, lalu saya pun salat namun saya tidak membawa kecuali hanya satu baju. Beliau bersabda: "Kancingkanlah baju tersebut walaupun kamu hanya mendapatkan kancing berupa duri."

Keterangan: Rawi bernama Musa bin Ibrahim bin 'Abdur Rahman bin 'Abdullah bin Abi Rabi'ah merupakan kalangan :tabi'in tetapi tidak jumpa sahabat. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Abu Daud mengatakan: dla'if; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: maqbul; Adz Dzahabi mengatakan: Tsiqah.

 

Hadis Ke-2

مسند أحمد ٨٦٥٦: حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ يَزِيدِ بْنِ خُمَيْرٍ عَنْ مَوْلًى لِقُرَيْشٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَنَائِمِ حَتَّى تُقْسَمَ وَعَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُحْرَزَ مِنْ كُلِّ عَارِضٍ وَأَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ حَتَّى يَحْتَزِمَ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 8656: Telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Yazid bin Khumair dari seorang pelayan Quraisy, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau melarang dari menjual ganimah hingga dibagikan, dan menjual buah sehingga layak dan aman dari setiap sesuatu yang merusak, serta melarang seorang laki-laki salat sehingga mengencangkan ikat pinggangnya."

Keterangan: Hadis tersebut lemah karena ada rawi yang tidak disebutkan namanya, yaitu seorang pelayan Quraisy.

 

Hadis Ke-3

مسند أحمد ١٥٦٥٥: قَالَ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُشَيْرٍ الْجُعْفِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ قُرَّةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَهْطٍ مِنْ مُزَيْنَةَ فَبَايَعْنَا وَإِنَّ قَمِيصَهُ لَمُطْلَقٌ فَبَايَعْتُهُ فَأَدْخَلْتُ يَدِي مِنْ جَيْبِ الْقَمِيصِ فَمَسِسْتُ الْخَاتَمَ. قَالَ عُرْوَةُ فَمَا رَأَيْتُ مُعَاوِيَةَ وَلَا أَبَاهُ شِتَاءً وَلَا حَرًّا إِلَّا مُطْلِقَيْ أَزْرَارِهِمَا لَا يَزُرَّانِ أَبَدًا.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 15655: (Ahmad bin Hanbal) berkata: telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Al Qasim berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Khatsmah dari 'Urwah bin Abdullah bin Qusyair Al ju'fy, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah bin Qurrah dari Bapaknya berkata: Aku menemui Rasulullah SAW dalam rombongan dari Muzainah, lalu kami berbaiat kepadanya dan gamisnya diselempangkan begitu saja (tidak dikancing), lantas aku berbaiat kepadanya, lalu kumasukkan tanganku ke dalam kantong gamis, dan kusentuh cincinnya" 'Urwah berkata: "Di hari-hari selanjutnya aku tidak pernah melihat Mu'awiyah dan juga Bapaknya, baik di musim dingin maupun musim panas selain melepas kancing bajunya dan tidak mengancingkannya."

 

B. Penjelasan Singkat

Kitab Mukhtasar Nailul Authar halaman 354 menerangkan bahwa ucapan perawi, yaitu yang artinya: saya pun salat namun saya tidak membawa kecuali hanya satu baju, pensyarah Rahimahullah Ta'ala mengatakan: Hadis ini menunjukkan bolehnya salat dengan mengenakan satu pakaian dan boleh juga hanya dengan gamis tanpa yang lainnya namun dengan mengancingkannya. Ucapan perawi (Nabi SAW melarang seorang laki-laki salat sehingga mengencangkan ikat pinggangnya), ini karena dikhawatirkan akan tampak kemaluannya ketika rukuk. Demikian ini bila hanya mengenakan satu kain, tanpa disertai yang lainnya. Ucapan perawi (gamisnya diselempangkan begitu saja (tidak dikancing)), pensyarah mengatakan: Kebiasaan orang Arab, baju mereka lebar-lebar, mereka bisa mengikatkannya dan bisa juga membiarkannya terbuka. Penulis kitab mengemukakan riwayat ini pada judul ini karena menduga bahwa hadis ini bertolak belakang dengan hadis Salamah bin Al Akwa', padahal sebenamya tidak begitu, karena hadis Salamah adalah khusus mengenai salat, sedangkan hadis ini tidak menyebutkan tentang salat. Bisa juga maksud penulis kitab mengemukakannya di sini adalah sebagai dalil bolehnya membiarkan terbukanya kancing di luar salat, walaupun judul bahasan ini tidak menunjukkan demikian.

 

C. Menyikapi Permasalahan Aurat Tampak Ketika Salat dengan Pakaian Tidak Dikancingkan

Era modern seperti sekarang ini, kebutuhan pokok akan sandang cukup melimpah. Rasa-rasanya sudah jarang sekali masyarakat yang kekurangan sandang sehingga tidak mampu menutupi tubuh bagian atas. Oleh sebab itu, kemudahan akan sandang di era modern yang Allah berikan itu kita syukuri dengan menutup aurat. Ketika salat, hendaknya pakaian dikancingkan sehingga tidak terlalu longgar. Hal ini dikhawatirkan akan tersingkap bagian tubuh ketika rukuk atau sujud. Meskipun hadis-hadis mengenai permasalahan aurat tampak ketika salat dengan pakaian tidak dikancingkan adalah lemah. Namun masih bisa digunakan sebagai pembatas sehingga harapannya ketika salat tetap terjaga auratnya di berbagai kondisi. Wallahu a’lam.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan fikih menutup aurat. Hal tersebut sebagai upaya taat kepada Allah dan Rasulullah. Semoga pelajaran mengenai fikih menutup aurat yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

 

Monday, September 29, 2025

Serial Fikih Menutup Aurat: Larangan Membiarkan Pundak Tersingkap Ketika Salat

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah menutup aurat. Perintah menutup aurat bagi anak Adam atau manusia itu datangnya dari Allah. Hal tersebut sebagai penanda pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lalu bagaimana pembahasannya? Oleh karenanya pada kesempatan kali ini membahas mengenai larangan membiarkan tersingkapnya pundak ketika salat.

 

A. Dalil Larangan Membiarkan Tersingkapnya Pundak Ketika Salat

Salat merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Rabnya. Oleh sebab itu, seorang hamba mesti memperhatikan apa yang ia kenakan. Seorang manusia ketika hendak bertemu dengan pejabat atau orang penting pasti akan memperhatikan apa yang dikenakan. Apalagi seorang manusia yang hendak menghadap Allah ketika salat tentunya juga harus memperhatikan apa yang dikenakan. Menghadap pejabat atau orang penting mesti memperhatikan pakain, apalagi hendak bertemu Allah Sang Pencipta langit dan bumi. Oleh karena itu, terdapat berbagai dalil yange menerangkan larangan membiarkan pundak tersingkap ketika salat.

 

Hadis Ke-1

سنن النسائي ٧٦١: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ.

Artinya: Sunan Nasa'i nomor 761: Telah mengkabarkan kepada kami Muhammad bin Manshur dia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Az-Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seseorang di antara kalian melakukan salat dengan satu pakaian, tanpa ada sesuatu yang disandangkan pada pundaknya."

 

Hadis Ke-2

صحيح البخاري ٣٤٧: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ سَمِعْتُهُ أَوْ كُنْتُ سَأَلْتُهُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَلْيُخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 347: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata: telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Yahya bin Abu Katsir dari 'Ikrimah berkata: Aku pernah mendengar, atau aku pernah bertanya kepadanya, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Aku bersumpah bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang salat dengan menggunakan satu pakaian, maka hendaklah ia menyilangkan pada kedua ujungnya."

Hadis Ke-3

مسند أحمد ٧١٥٤: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَلْيُخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ عَلَى عَاتِقَيْهِ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 7154: Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah mengkabarkan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Ikrimah dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian shalat dengan menggunakan satu kain saja, maka hendaklah ia selempangkan antara dua sisi ujungnya di atas kedua pundaknya."

 

Hadis Ke-4

صحيح البخاري ٣٤٨: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ سَأَلْنَا جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ فَقَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَجِئْتُ لَيْلَةً لِبَعْضِ أَمْرِي فَوَجَدْتُهُ يُصَلِّي وَعَلَيَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ فَاشْتَمَلْتُ بِهِ وَصَلَّيْتُ إِلَى جَانِبِهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَا السُّرَى يَا جَابِرُ فَأَخْبَرْتُهُ بِحَاجَتِي فَلَمَّا فَرَغْتُ قَالَ مَا هَذَا الِاشْتِمَالُ الَّذِي رَأَيْتُ قُلْتُ كَانَ ثَوْبٌ يَعْنِي ضَاقَ قَالَ فَإِنْ كَانَ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 348: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih berkata: telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman dari Sa'id bin Al Harits berkata: Kami bertanya kepada Jabir bin 'Abdullah tentang salat dengan mengenakan satu lembar kain. Maka ia menjawab: "Aku pernah salat bersama Nabi SAW dalam salah satu perjalanannya. Pada suatu malamnya aku datang untuk keperluanku. Saat itu aku dapati beliau sedang salat dengan mengenakan satu kain. Maka aku bergabung dengan beliau dan salat disampingnya. Setelah selesai beliau bertanya: "Ada urusan apa (malam-malam begini) kamu datang wahai Jabir?" Maka aku sampaikan keperluanku kepada beliau. Setelah aku selesai, beliau berkata: "Mengapa aku lihat kamu menyelimutkan (kain) seperti ini?" Aku jawab: "Kainku sempit" Beliau bersabda: “Jika kain itu longgar, maka berselimutlah dengannya. Tetapi jika sempit, maka pakailah untuk izar (kain bawahan yang menutup antara pusar dan bawah lutut).”

 

Hadis Ke-5

مسند أحمد ١٤٠٦٧: حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ الْغَسِيلِ حَدَّثَنِي شُرَحْبِيلُ أَبُو سَعْدٍ أَنَّهُ: دَخَلَ عَلَى جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَحَوْلَهُ ثِيَابٌ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ قُلْتُ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ تُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَهَذِهِ ثِيَابُكَ إِلَى جَنْبِكَ قَالَ أَرَدْتُ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيَّ الْأَحْمَقُ مِثْلُكَ فَيَرَانِي أُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ أَوَكَانَ لِكُلِّ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَانِ قَالَ ثُمَّ أَنْشَأَ جَابِرٌ يُحَدِّثُنَا فَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَا اتَّسَعَ الثَّوْبُ فَتَعَاطَفْ بِهِ عَلَى مَنْكِبَيْكَ ثُمَّ صَلِّ وَإِذَا ضَاقَ عَنْ ذَاكَ فَشُدَّ بِهِ حَقْوَيْكَ ثُمَّ صَلِّ مِنْ غَيْرِ رِدَاءٍ لَهُ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 14067: Telah bercerita kepada kami Yunus, telah bercerita kepada kami Abdurrahman yaitu ibnu Al Ghasil, telah bercerita kepadaku Syurohbil Abu Sa'd dia menemui Jabir bin Abdullah ketika sedang salat dengan memakai satu pakaian padahal di sekitarnya ada banyak pakaian. Tatkala selesai salat berkata: saya (Syurohbil) berkata: Semoga Allah mengampunimu Wahai Abu Abdullah, kamu salat memakai satu pakaian dan ini ada banyak pakaian kamu di sampingmu. Dia menjawab, saya hendak mengetes jika ada orang bodoh sepertimu yang melihatku salat dengan satu pakaian. Apakah setiap sahabat Rasulullah SAW memiliki dua pakaian? (Syurohbil) berkata: Lalu Jabir menceritakan kepada kami, Rasulullah SAW bersabda: "Jika pakaianmu longgar maka selendangkanlah pada kedua pundakmu, dan salat. Namun jika sempit maka tariklah sarungmu kemudian salat tanpa harus menyelendangkannya."

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Syurohbil Abu Sa’ad merupakan tabiin kalangan pertengahan. Ia dikomentari berbagai ulama di antaranya Ibnu Hibban mengatakan: tsiqah; Malik bin Anas mengatakan: laisa bi tsiqah; Yahya bin Ma'in dan An Nasa'i mengatakan: dla'if; Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan: shaduuq.

 

B. Penjelasan Singkat

Kitab Mukhtasar Nailul Authar halaman 352 menerangkan bahwa sabda Rasulullah, yaitu yang artinya: “Janganlah seseorang di antara kalian melakukan salat dengan satu pakaian tanpa ada sesuatu yang disandangkan pada pindaknya”, pensyarah Rahimahullah Ta'ala mengatakkan: Maksudnya, hendaknya tidak menyarungkan pada tengah badannya, akan tetapi disilangkan pada pundaknya, sehingga kain itu menutupi dari atas badan, walaupun itu bukan aurat. Atau bisa jadi karena hal ini lebih bisa menutupi aurat. Hadis ini menunjukkan bolehnya salat dengan satu pakaian. An-Nawawi mengatakan: “Tidak ada perbedaan dalam hal ini, kecuali yang dinukil dari Ibnu Abbas, tetapi aku tidak tahu kredibilitas riwayatnya." Para ulama telah sepakat, bahwa mengenakan dua pakaian lebih utama. Hadis di atas juga menunjukkan dilarangnya mengenakan satu pakaian di dalam salat, bila tidak ada yang disandangkan pada pundaknya dari pakaian tersebut. Jumhur memaknai larangan ini sebagai makruh. Diriwayatkan dari Ahmad, bahwa tidak sah salatnya orang yang mampu memenuhi itu tapi tidak memenuhinya. Ada juga pendapatnya yang menyebutkan, bahwa salatnya sah tapi berdosa. Ath-Thahawi menyatukan hadis-hadis tersebut dengan menyatakan, bahwa hukum asalnya adalah mencakup semua, tapi bila kainnya pendek, maka disarungkan. Ibnu Al Mundzir juga sependapat dengan ini. Inilah pendapat yang benar yang bisa dijadikan patokan.

 

C. Menyikapi Permasalahan Larangan Membiarkan Pundak Tersingkap Ketika Salat

Era modern seperti sekarang ini, kebutuhan pokok akan sandang cukup melimpah. Rasa-rasanya sudah jarang sekali masyarakat yang kekurangan sandang sehingga tidak mampu menutupi tubuh bagian atas. Oleh sebab itu, kemudahan akan sandang di era modern yang Allah berikan itu kita syukuri dengan menutup aurat. Ketika salat, hendaknya menggunakan pakaian lengkap sehingga setidaknya ada dua pakaian sehingga pundak juga tertutup. Hal tersebut dikecualikan apabila memang benar-benar tidak ada pakaian lainnya. Batas minimal aurat laki-laki adalah antara pusar dan bawah lutut. Bagi perempuan seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Menghadap pembesar atau pejabat saja berusaha berpakaian lengkap, apalagi hendak berkomunikasi dengan Allah ketika salat. Adab dalam berpakaian ini mesti kita perhatikan supaya memenuhi standar menutup aurat ataupun norma yang berlaku di masyarakat. Wallahu a’lam.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan fikih menutup aurat. Hal tersebut sebagai upaya taat kepada Allah dan Rasulullah. Semoga pelajaran mengenai fikih menutup aurat yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

 


 

 

Friday, September 26, 2025

Khotbah Jum’at: Karunia Karena Ukhuah Islamiah

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا. وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكرِيْم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ {آل عمران: 102}. وَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ، وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا، وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً. وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ. اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا {النساۤء: ١} وَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا، يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ. وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. {الاحزاب: ٧٠ – ٧١} وَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَاَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَـمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. وَ قَالَ: لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ،

Syukur alkhamdulillah selalu kita haturkan kepada Allah SWT yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji hamba-Nya, siapakah yang paling baik amalnya. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa ajaran Agama Islam untuk dipedomani dan diamalkan umatnya. Mari di momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kita semua menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah sehingga selamat dunia akhirat. Mengamalkan ajaran-ajaran agama merupakan bagian amanat sila pertama Pancasila, dan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2. Selanjutnya dari mimbar ini saya serukan kepada diri saya sendiri dan umumnya kepada jamaah salat Jum’at agar senantiasa menjaga, mempertahankan, dan terus berusaha meningkatkan iman dan takwa. Pada kesempatan kali ini, nasihat ditujukan kepada diri saya sendiri dan apabila ada manfaatnya dihaturkan kepada jamaah semuanya.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Bulan September mengingatkan kita pada sejarah Bangsa Indonesia di masa lampau. Sejarah tersebut kita jadikan pelajaran supaya tidak terulang. Oleh sebab itu, marilah kita syukuri dengan mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan positif yang membangun. Kita sebagai masyarakat Indonesia yang beragama Islam, kita perkuat ukhuah Islamiah. Ukhuwah adalah persaudaraan, ukhuwah Islamiah artinya persaudaraan dalam Islam. Kerukunan intern umat beragama menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan Nasional. Memperkuat ukhuwah Islamiah merupakan perintah Allah pada Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10. Allah berfirman,

﴿ اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ﴾ ( الحجرٰت ٤٩: ١٠)

Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati. (QS. Al-Hujurat/49: 10)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Dalam ayat tersebut, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin semuanya bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara nasab, karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal dalam surga. Apabila ada yang bertikai, maka diperintahkan untuk didamaikan. Bertikai adalah titik awal dalam bercerai-berai. Kita sebagai umat Islam dilarang untuk bercerai-berai. Allah berfirman,

﴿ وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ ﴾ ( اٰل عمران ٣: ١٠٣)

Artinya: Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali 'Imran/3: 103)

Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa orang beriman diingatkan supaya berpegang teguh kepada Allah dan ajaran-Nya dan selalu mengingat nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Dahulu pada masa jahiliah mereka bermusuhan sehingga timbullah perang saudara beratus-ratus tahun lamanya, seperti perang antara kaum Aus dan Khazraj. Maka Allah telah mempersatukan hati mereka dengan datangnya Nabi Muhammad SAW dan mereka telah masuk ke dalam agama Islam dengan berbondong-bondong. Allah telah mencabut dari hati mereka sifat dengki dan memadamkan dari mereka api permusuhan sehingga jadilah mereka orang-orang yang bersaudara dan saling mencintai menuju kebahagiaan bersama.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Selain itu juga karena kemusyrikan, mereka berada di tepi jurang neraka, hanya terhalang oleh maut saja. Tetapi Allah telah menyelamatkan mereka. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya, agar kaum Muslimin mendapat petunjuk dan mensyukuri nikmat agar nikmat itu terpelihara. Hal tersebut merupakan wujud tawakal supaya Allah memberi rahmat. Maksud rahmat itu bisa diartikan belas kasih, berkah, ataupun karunia. Oleh sebab itu, kita senantiasa diajari untuk berdoa supaya memperoleh rahmat dari Allah. Doa tersebut sebagaimana berikut,

﴿ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ﴾ ( اٰل عمران ٣: ٨)

Artinya: (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami berpaling setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari hadirat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. (QS. Ali 'Imran/3: 8)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Marilah kita sebagai orang yang mengaku beriman sekaligus warga Negara Indonesia senantiasa berupaya memperkuat ukhuah Islamiah dan berdoa. Melalui upaya dan doa secara maksimal, harapannya timbul tekat kuat memperbaiki diri dengan iman dan takwa sehingga Allah turunkan karunianya kepada kita semuanya. Semoga nasihat ini bisa menjadi pengingat bagi diri saya dan umumnya bermanfaat bagi jamaah semuanya. Mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَٱلْعَصْرِ. إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ. إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

***

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الَّذِى لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَ عَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ.  اَمَّا بَعْدُ.

فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ، يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ:

                اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّـيْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ، فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

                اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.

                رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا، غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

                رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.

                رَبَّنَا اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَّارْزُقْ أَهْلَهُۥ مِنَ الثَّمَرَٰتِ.

                رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

                سُبْحَانَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

                وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd., S.Pd., Gr.