Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai gugurnya kewajiban salat wanita nifas. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang ada.
A. Kewajiban Salat Bagi Umat Islam
Salah satu tujuan manusia diciptakan adalah beribadah keapada Allah SWT. Ibadah yang disyariatkan agama Islam banyak ragamnya. Di antara ragam ibadah dalam syariat Agama Islam yang utama adalah salat. Adapun salat ini menjadi pembeda antara orang Islam dan orang non Islam. Adapun dalil kewajiban salat adalah sebagaimana berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
﴿ فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا ١٠٣ ﴾ ( النساۤء/4:103)
Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin. (QS. An-Nisa'/4: 103)
Sebagaimana Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 103 disebutkan bahwa yang artinya “Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin.” Hal tersebut menunjukkan bahwa salat adalah kewajiban yang sudah ditetapkan bagi orang-orang beriman. Adapun orang beriman mencakup orang beriman laki-laki dan orang beriman perempuan. Namun dalam mengarungi kehidupan dunia ini, perempuan akan mengalami nifas setelah melakukan proses persalinan.
B. Kewajiban Salat Gugur bagi Wanita Nifas
Kewajiban salat ditentukan bagi orang beriman, baik orang beriman laki-laki maupun orang beriman perempuan. Namun demikian, dalam mengarungi kehidupan ada saatnya perempuan akan mengalami nifas pasca melahirkan. Ketika nifas, orang beriman perempuan gugur kewajibannya mendirikan salat. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.
Hadis Ke-1
سنن أبي داوود ٢٦٨: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ يَعْنِي حُبِّي حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ يُونُسَ بْنِ نَافِعٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي الْأَزْدِيَّةُ يَعْنِي مُسَّةَ قَالَتْ: حَجَجْتُ فَدَخَلْتُ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَأْمُرُ النِّسَاءَ يَقْضِينَ صَلَاةَ الْمَحِيضِ فَقَالَتْ لَا يَقْضِينَ كَانَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ فِي النِّفَاسِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً لَا يَأْمُرُهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَضَاءِ صَلَاةِ النِّفَاسِ. قَالَ مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ حَاتِمٍ وَاسْمُهَا مُسَّةُ تُكْنَى أُمَّ بُسَّةَ قَالَ أَبُو دَاوُد كَثِيرُ بْنُ زِيَادٍ كُنْيَتُهُ أَبُو سَهْلٍ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 268: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Hatim, yakni Hubby, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak dari Yunus bin Nafi' dari Katsir bin Ziyad dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Al Azdiyyah, yakni Mussah dia berkata: Saya pernah menunaikan ibadah haji, lalu saya menemui Ummu Salamah seraya berkata: Wahai Ummul Mukminin, sesungguhnya Samurah bin Jundub memerintahkan kaum wanita untuk mengqada salat (yang ditingggalkan) di masa haid. Maka Ummu Salamah berkata: Mereka tidak usah mengqadanya, dahulu seorang istri dari istri-istri Nabi SAW pernah berdiam menunggu dalam masa nifasnya selama empat puluh malam, sedangkan Nabi SAW tidak menyuruhnya mengqada salat karena nifas." Muhammad bin Hatim berkata: Namanya adalah Mussah diberi kuniyah Ummu Bassah. Abu Dawud berkata: Katsir bin Ziyad kunyahnya adalah Abu Sahl.
Hadis Ke-2
المستدرك ٦٢٢: أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ حَلِيمٍ الْمَرْوَزِيُّ، ثنا أَبُو الْمُوَجِّهِ، أَنْبَأَ عَبْدَانُ، أَنْبَأَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يُونُسَ بْنِ نَافِعٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ زِيَادٍ أَبِي سَهْلٍ، قَالَ: حَدَّثَتْنِي مُسَّةُ الْأَزْدِيَّةُ، قَالَتْ: حَجَجْتُ فَدَخَلْتُ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقُلْتُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، إِنَّ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَأْمُرُ النِّسَاءَ يَقْضِينَ صَلَاةَ الْحَيْضِ، فَقَالَتْ: لَا يَقْضِينَ، كَانَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ فِي النِّفَاسِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، لَا يَأْمُرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَضَاءِ صَلَاةِ النِّفَاسِ. هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَلَا أَعْرِفُ فِي مَعْنَاهُ غَيْرَ هَذَا وَشَاهِدُهُ. مَا حَدَّثَنَاهُ أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ هَانِئٍ، ثنا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا زُهَيْرٌ، ثنا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ أَبِي سَهْلٍ، عَنْ مُسَّةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: كَانَتِ النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِينَ يَوْمًا، أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، وَكُنَّا نَطْلِي عَلَى وُجُوهِنَا الْوَرْسَ يَعْنِي مِنَ الْكَلَفِ.
Artinya: Al Mustadrak (Al Hakim) nomor 622: Telah mengabarkan kepada kami Al Hasan bin Halim Al Marwazi, telah menceritakan kepada kami Abu Al Muwajjih, telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak, dari Yunus bin Nafi, dari Katsir bin Ziyad Abu Sahl, dia berkata: telah menceritakan kepadaku Mussah Al Azdiyyah, dia berkata, “Aku menunaikan haji, lalu menemui Ummu Salamah dan berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, Samurah bin Jundub menyuruh kaum wanita untuk meng-qada salat (yang ditinggalkan ketika) haid. Ummu Salamah lalu berkata, ‘Mereka tidak perlu meng-qada, karena salah seorang istri Nabi duduk (maksudnya tidak salat) pada masa nifas selama 40 malam, dan Nabi tidak menyuruhnya meng-qada salat (yang ditinggalkan ketika) nifas’." Sanad hadis ini sahih, tapi Al Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Aku tidak mengetahui arti lainnya selain ini. Syahid hadis ini adalah: Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Shalih bin Hani', telah menceritakan kepada kami Yahya bin Muhammad bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdul A’la, dari Abu Sahl, dari Mussah, dari Ummu Salamah, dia berkata, ‘Bahwasannya di antara wanita yang mengalami nifas pada masa Rasulullah hanya duduk (maksudnya tidak salat) setelah nifas selama 40 hari atau 40 malam, dan kami meminyaki wajah-wajah kami dengan daun waras untuk mengobati bintik-bintik noda yang ada pada wajah kami.”
Mukhtasar Nailul Authar disebutkan bahwa pensyarah Rahimahullah Ta'ala mengatakan: Hadis ini menunjukkan bahwa wanita nifas meninggalkan salat selama masa nifasnya. Telah terjadi ijmak dari para ulama bahwa wanita nifas seperti halnya wanita haid dalam semua hal yang dihalalkan, yang diharamkan, yang dimakruhkan dan yang disunahkan, dan mereka telah sepakat bahwa wanita haid tidak boleh melaksanakan salat.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.