Showing posts with label Sastra. Show all posts
Showing posts with label Sastra. Show all posts

Monday, June 21, 2021

Sejarah Singkat Alquran Terjemah di Indonesia

 


 

Secara harfiah, Alquran berarti bacaan yang sempurna. Arti tersebut adalah pilihan Allah SWT yang tepat karena tidak ada bacaan sejak manusia mengenal tulisan yang dapat menandingi Alquran dalam hal jumlah pembacanya. Alquran merupakan kitab samawi terakhir dan diturunkan kepada nabi yang terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW, dan sekaligus merupakan rahmat bagi seluruh alam. Umat Islam yang jumlahnya satu miliar lebih di seluruh penjuru dunia dengan beragam bangsa dan bahasa berkeinginan untuk mampu membaca Alquran, sekaligus memahami dan mengamalkan isi Alquran. Oleh sebab itu, para cendekiawan dan ulama berusaha menterjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa untuk membantu umat Islam yang belum mampu memahami Alquran secara langsung. Namun demikian keinginan umat Islam dan usaha para cendekiawan dan ulama belum bisa terpenuhi karena beberapa faktor.

 

Adapun faktor yang menghambat upaya penterjemahan Alquran diantaranya adalah adanya berbagai persoalan teknis yang rumit dan pembiayaan yang tergolong mahal pada waktu dulu. Selain itu juga terhambat dengan fatwa para ulama yang menyatakan secara tegas menolak gagasan menterjemahkan Alquran. Namun secara diam-diam, orang-orang Barat atau Eropa justru menterjemahkan Alquran. Pertama kalinya Alquran diterjemahkan sekitar abad ke-12 Masehi atau sekitar tahun 1145-1146. Alquran pada masa itu diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Melalui bahasa tersebut kemudian diterjemahkan ke bahasa Prancis, Inggris, Jerman, dan Belanda. Hingga masa kini, terjemahan Alquran dirasakan manfaatnya sangat besar bagi umat Islam non Arab, terutama bagi yang belum mengerti bahasa Arab. Melalui terjemahan, orang-orang yang belum mengerti bahasa Arab bisa memahami isi Alquran secara garis besar. Oleh karenyanya, pembukuan terjemahan Alquran dilakukan oleh orang-orang yang betul menguasai bahasa Arab dan dapat dipercaya pengetahuan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Perhatian para cendekiawan kepada terjemah Alquran semakin berkembang dan merata hampir di seluruh penjuru dunia yang diperkirakan mencapai 80 bahasa. Hal tersebut tidak terkecuali di Indonesia.

 

Alquran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak dahulu menaruh perhatian besar terhadap terjemahan Alquran. Terjemah secara harfiah berarti memindahkan pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa lain. Adapun terjemah berarti salinan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sementara itu secara etimologis, terjemah berarti menerangkan atau menjelaskan (menerangkan suatu pembicaraan dengan menjelaskan maksudnya). Menurut Muhammad Husein Adz Dzahabi, kata terjemah digunakan dalam dua pengertian, yaitu: (1) mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya dengan tidak menerangkan  makna bahasa asal yang diterjemahkan; dan (2) menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa lainnya. Sebagaimana pengertian terjemah tersebut sehingga dapat dibagi menjadi dua macam terjemah, yaitu terjemah harfiah dan terjemah tafsiriah.

 

Terjemah harfiah (lafdziah) yaitu penterjemahahan yang dilakukan apa adanya sebagaimana susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan. Terjemahan tersebut dilakukan dengan menterjemahkan kata per kata. Sedangkan terjemah tafsiriah (maknawiyah) yaitu terjemahan yang mengedepankan maksud atau isi kandungan dalam bahasa asli yang diterjemahkan. Terjemah tafsiriah tidak terlalu terikat dengan susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Alquran terjemahan sebagaimana tafsir Alquran. Namun demikian perlu diingat bahwa terjemah tafsiriah berbeda dengan penafsiran. Perbedaannya terletak pada: (1) bahasa yang digunakan dalam penafsiran bisa dikatakan sama dengan bahasa aslinya; (2) terjemah tafsiriah tidak mudah dilacak apabila ada keraguan atau adanya hal yang kurang tepat di dalamnya. Penterjemahan Alquran banyak dilakukan mutarjim, tidak terkecuali di Indonesia.

 

Tarjuman Al MustafÄ«d karya ‘Abd ar-Rauf as-Sinkili yang merupakan tafsir Al-Qur’an pertama di Nusantara. Tafsir tersebut ditulis ketika ‘Abd ar-Rauf as-Sinkili menjadi penasihat di kerajaan Aceh. As-Sinkili hidup dalam enam periode kesultanan Aceh, yaitu periode: (1) Sultan Iskandar Muda (1607-1636); (2) Sultan Iskandar Tsani (1636-1640); (3) Sultanah Taj al-‘Alam Safiyat al-Din Syah (1641- 1675); (4) Sri Sultan Nur Alam Nakiyat ad-Din Syah (1675-1678), (5) Sultanah Inayat Syah Zakiyat ad-Din Syah (1678-1688); dan (6) Sultanah Kamalat Syah (1688-1699). Empat penguasa terakhir adalah sultanah perempuan, yang di dalam kesultanannya, As-Sinkili menjadi mufti. Apabila dikatakan bahwa Tarjuman al-Mustafid merupakan karya as-Sinkili yang ditulis pada 1675 M, maka berarti karya tersebut ditulis pada akhir kekuasaan Sultanah al-Alam dan atau awal kekuasaan Sri Sultan Nur al-Alam.

 

Terjemah Alquran di Indonesia dilakukan ke berbagai aksara dan bahasa daerah. Selain terjemah Alquran yang dilakukan dari aksara dan bahasa Arab ke aksara dan bahasa daerah, tentu bahasa Indonesia dan aksara Latin menjadi pilihan umum oleh para penulis tafsir Alquran di Indonesia. Hal tersebut terutama terjadi setelah peristiwa Sumpah Pemuda yang menggerakkan bangsa Indonesia membangun kesadaran bahwa perlunya persatuan yang salah satunya diwujudkan dalam pemakaian bahasa Indonesia. Diantaranya karya tafsir yang ditulis dengan memakai bahasa Indonesia adalah Tafsir Al-Furqan karya A. Hasan, Tafsir Alquran Al-Karim karya Mahmud Yunus, Tafsir Al-Azhar karya Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Munir dan Tafsir Al-Bayan karya Hasbi Ash-Shiddiqie, Tafsir Rahmat karya H. Oemar Bakry, Tafsir Gelombang Tujuh karya KH. Abdullah Thufail Saputra, Alquran dan Tafsirnya karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia, dan Tafsir Al-Mishbah karya Prof. Dr. AG. H. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. Bahasa Indonesia dipilih oleh para penulis tafsir dalam penulisan karya tafsirnya. Hal tersebut dengan pertimbangan praktisnya adalah karena bahasa Indonesia bisa menjangkau audien dan pembaca lebih luas di tengah masyarakat Muslim Indonesia.

 

Sebagaimana disebutkan tadi bahwa Tim Departemen Agama Republik Indonesia menerbitkan Alquran terjemah. Hal tersebut merupakan respon positif Pemerintah Indonesia akan kebutuhan umat Islam akan Alquran terjemahan. Pada Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahap pertama, penerjemahan Alquran termasuk salah satu proyek yang diprioritaskan. Hal tersebut tercantum dalam Ketetapan MPRS nomor XI tahun 1960 pasal 2 dan Pola Proyek I Golongan AA 7 Bidang Terjemah Kitab Suci Alquran.

 

Sebagai tidak lanjut Ketetapan MPRS, pada tahun 1962 Kementerian Agama membentuk Lembaga Penyelenggara Penerjemah Kitab Suci Alquran. Lembaga tersebut berhasil menerbitkan terjemahan Alquran Kementerian Agama untuk pertama kalinya pada 17 Agustus 1965. Terjemahan Alquran versi pertama diresmikan oleh Menteri Agama KH. Saifuddin Zuhri. Alquran terjemahan tersebut dicetak dalam 3 jilid, setiap jilid berisi 10 juz. Pada tahun 1971 terjemahan Alquran edisi tahun 1965 mengalami sedikit penyempurnaan di beberapa bagian sehingga kemudian dicetak menjadi satu jilid sehingga terlihat cukup tebal. Adapun Alquran terjemah edisi tahun 1965 sekitar 1294 halaman. Cetakan edisi tersebut diberi judul “Al-Qur’an dan Terjemahnya”. Pada tahun 1989, Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashih Mushaf Alquran melakukan kajian penyempurnaan Alquran dan Terjemahnya. Penyempurnaan pertama kali tersebut tidak menyeluruh, hanya fokus pada penyempurnaan redaksi yang waktu itu dianggap kurang sesuai lagi dengan bahasa indonesia. Tim dipimpin oleh ketua Lajnah saat itu, yakni Drs. H.A. Hafidz Dasuki, MA. Pada tahun 1990 hasil penyempurnaan juga diterbitkan oleh pemerintah Saudi Arabia. Pemerintah Saudi membagikan secara gratis Alquran dan Terjemahnya kepada jamaah haji indonesia, sebelum kembali ke tanah air. Penyempurnaan kedua dilakukan oleh Kementerian Agama pada tahun 1998 hingga tahun 2002.

 

Penyempurnaan kedua lebih menyeluruh, sehingga memerlukan waktu sekitar 4 tahun. Perbaikan yang dilakukan meliputi empat aspek pokok, antara lain: (1) aspek bahasa; (2) aspek konsistensi; (3) aspek substansi; dan (4) aspek transliterasi yang mengacu pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1987. Beberapa ulama yang menjadi anggota tim penyempurna antara lain: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA, Prof. Dr. KH. Sayid Agil Husin al-Munawwar, MA dan Prof. Dr. H. A. Baiquni. Ketika itu Lajnah masih dipimpin oleh Drs. H.A. Hafizh Dasuki, MA. Tahap akhir kajian dilakukan pada masa Lajnah dipimpin oleh Drs. H. Fadhal Bafadal, M.Sc. dengan anggota tim antara lain: Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya’kub, MA (alm) dan pakar lainnya. Alquran dan Terjemahnya edisi tahun 2002 terlihat lebih tipis dibandingkan edisi tahun 1990.

 

Cetakan edisi tahun 2002 merupakan hasil penyempurnaan sehingga dari 1294 halaman menjadi 924 halaman. Menjadi lebih tipis karena berkurang 370 halaman. Selain karena sistem terjemahan edisi 2002 lebih singkat, juga ada beberapa bagian yang dihilangkan, seperti bagian pembukaan dan footnote. Setelah 14 tahun berlalu, menindaklanjuti rekomendasi Mukernas Ulama Alquran tahun 2015, Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran melakukan kajian penyempurnaan ke-3 pada tahun 2016.

 

Kajian penyempurnaan ke-3 ini diketuai langsung oleh Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, yaitu Dr. KH. Muchlis M Hanafi, MA. Berbeda dengan kajian-kajian penyempurnaan sebelumnya, pada penyempurnaan ke-3, terdapat lima instrumen penyempurnaan yang ditetapkan untuk menghasilkan hasil terjemahan yang lebih baik. Lima instrumen tersebut antara lain: (1) Konsultasi publik secara offline dilaksanakan di Jawa tengah, Jakarta, Padang dan Malang; (2) Penelitian lapangan penggunaan terjemahan Alquran di masyarakat; (3) Membentuk tim yang terdiri dari 15 orang pakar Alquran, tafsir/ bahasa Arab, dan pakar bahasa Indonesia; (4) Konsultasi publik online, untuk menjaring usulan dan aspirasi masyarakat secara online melalui portal Konsultasi Publik; (5) Mukernas Ulama Alquran tahun 2018, dan Ijtima Ulama Alquran tahun 2019 yang digelar di Bandung pada 8 Juli 2019 yang dihadiri 90 ulama Alquran dari seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut sebagai forum uji publik dan uji sahih sekaligus menjaring masukan dari para ulama Alquran Indonesia.

Wednesday, February 3, 2021

Menemukan Informasi Bacaan


 

 

Kita sering kali membaca suatu teks atau bacaan. Kita dapat membacanya dalam surat kabar, novel, cerita pendek maupun karya ilmiah. Biasanya teks atau bacaan tersusun dari beberapa paragraf yang padu. Paragraf merupakan suatu rangkaian kalimat yang memiliki suatu gagasan utama. Biasanya gagasan utama juga disebut ide pokok, pokok pikiran atau gagasan pokok. Gagasan utama merupakan masalah utama yang dibahas atau diungkapkan dalam suatu bacaan. Gagasan utama termuat dalam kalimat utama. Sementara itu, kalimat utama dijelaskan oleh kalimat-kalimat penjelas. Gagasan pendukung terdapat dalam kalimat-kalimat penjelas yang menjelaskan atau memaparkan gagasan utama. Pada suatu artikel ataupun model tulisan lainnya, kita pasti sudah tidak asing menemui rangkaian paragraf yang berisi tentang keseluruhan isi dari tulisan tersebut. Terdapat berbagai jenis paragraf, yang digolongkan berdasarkan letak gagasan utamanya dan menurut tujuannya.

 

A. Jenis Paragraf Menurut Letak Gagasan Utama

Jenis paragraf berdasarkan letak gagasan utamanya dapat dibagi menjadi tiga jenis, antara lain sebagai berikut.

1. Paragraf Deduktif

Paragraf deduktif memiliki gagasan atau pikiran utama di bagian awal rangkaian kalimat. Biasanya pada paragraf deduktif, gagasan utamanya berada di kalimat pertama. Sementara itu, kalimat-kalimat lainnya berisi penjelasan (gagasan pendukung) yang mendukung gagasan utama yang telah dipaparkan di awal. Secara sederhana, paragraf deduktif dapat dipahami sebagai paragraf yang mempunyai gagasan utama pada awal kalimat. Sehingga pola pengembangan paragraf deduktif berpola umum-khusus, yaitu pernyataan yang bersifat umum diletakkan sebagai kalimat utama yang kemudian diikuti oleh kalimat-kalimat penjelas yang bersifat sebuah pernyataan khusus. Kalimat penjelasnya dapat berupa contoh, perincian, uraian, dan sebagainya. Ciri-ciri paragraf deduktif adalah sebagai berikut: (a) kalimat utamanya berada di awal; (b) kalimat disusun yang diawali pernyataan umum dan diikuti oleh pernyataan-pernyataan khusus; dan (c) pola pengembangan paragraf berupa umum-khusus-khusus-khusus.

 

2. Paragraf Induktif

Berkebalikan dengan yang sebelumnya, paragraf induktif memiliki gagasan utama yang ditemukan pada bagian akhir dari rangkaian kalimat dan lebih sering berada di kalimat terakhir. Gagasan utama di akhir paragraf induktif bersifat menyimpulkan inti dari kalimat-kalimat penjelas yang berada di kalimat sebelumnya. Bisa dikatakan bahwa paragraf induktif adalah paragraf yang kalimat utamanya berada pada akhir kalimat sehingga pola pengembangan paragrafnya menjadi khusus-umum. Kalimat yang mengawali paragraf induktif biasanya berupa data, uraian, ataupun contoh, yang kemudian ditarik secara garis besar kesimpulannya atau digeneralisasikan ke dalam satu simpulan pada kalimat akhir. Apabila kita ingin menekankan pada penjelasan dibandingkan dengan pernyataan akhir, sebaiknya kita menggunakan paragraf induktif. Ciri-ciri paragraf induktif adalah sebagai berikut: (a) diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang disusun secara runtun dan tidak sumbang; (b) kalimat akhir berupa pernyataan kesimpulan dari kalimat-kalimat penjelas yang telah diuraikan.

 

3. Paragraf Campuran

Paragraf campuran adalah gabungan gagasan utama yang berada di awal dan akhir rangkaian kalimat. Gagasan di kalimat awal biasanya berupa inti pikiran dari paragraf tersebut. Sementara itu, di bagian akhir kembali ditekankan mengenai gagasan utama dengan kalimat yang mungkin saja berbeda dari kalimat gagasan utama di awal. Ciri-ciri paragraf campuran antara lain: (a) memiliki dua gagasan utama; (2) gagasan utama terletak di bagian awal paragraf dan di akhir paragraf.

 

B. Jenis Paragraf Menurut Tujuannya

Isi dari suatu paragraf tentunya memiliki berbagai tujuan yang ditetapkan oleh penulis. Ada tujuan yang sifatnya memaparkan, mengajak, mendebat, dan lain sebagainya. Berdasarkan tujuan dari isinya, paragraf dapat dikelompokkan menjadi lima jenis. Mari kita simak penjelasan singkat berikut.

 

1. Paragraf Narasi

Isi dari jenis paragraf narasi bersifat menceritakan suatu hal secara kronologis. Hal tersebut tentunya menunjukkan tiap kalimatnya disusun secara runtut sehingga memudahkan pembaca membayangkan kejadian atau peristiwa yang tengah diceritakan. Berhubung sifatnya yang “bercerita”, pembaca akan menemukan sudut pandang dalam kalimat-kalimat di paragraf tersebut. Jenis ini biasanya dijumpai pada cerpen, novel, ataupun prosa bebas lainnya.

 

2. Paragraf Eksposisi

Paragraf eksposisi adalah jenis paragraf yang isinya berupa penjelasan untuk memaparkan fakta-fakta yang ada. Berhubung fakta yang menjadi dasarnya, tulisan-tulisan eksposisi cenderung bersifat ilmiah. Tujuannya adalah memberikan informasi yang detail kepada pembaca. Ciri-cirinya adalah memiliki fakta yang jelas dari berita ataupun penelitian dan tidak mencampurkan pendapat penulis di dalamnya. Model seperti ini cenderung dijumpai pada artikel-artikel berita atau suatu karya ilmiah.

 

3. Paragraf Argumentasi

Paragraf Augmentasi merupakan jenis paragraf yang bertujuan memberikan pandangan kepada para pembacanya ini tidak hanya menyajikan fakta ataupun isu permasalahan dalam isinya, tetapi juga memberikan pendapat-pendapat dari sang penulis. Jadi data maupun fakta yang disajikan hanyalah pelengkap dari opini sang penulis. Pada jenis paragraf argumentasi, akan dijumpai kesimpulan dari rentetan pendapat penulis di dalam rangkaian kalimat tersebut. Kesimpulan tersebut cenderung diletakkan di akhir paragraf.

 

4. Paragraf Persuasi

Hampir sama dengan paragraf argumentasi, paragraf persuasi biasanya menampilkan berbagai pendapat dari sang penulis terhadap suatu berita atau isu tertentu. Perbedaannya adalah kalimat-kalimat yang isinya bertujuan memengaruhi pembaca cenderung mengandung kata-kata ajakan atau imbauan, seperti halnya ayo dan mari. Kata dan gaya bahasa yang digunakan pun dipilih yang semenarik mungkin untuk semakin meyakinkan pembaca atas ajakan tersebut.

 

5. Paragraf Deskripsi

Paragraf deskripsi bertujuan membuat pembaca dapat merasakan ataupun membayangkan hal yang dideskripsikan secara jelas dan nyata. Hal tersebut memungkinkan pembaca seolah-olah pembaca dapat melihat, mendengar, ataupun mencecap objek yang dijelaskan dalam paragraf deskripsi. Oleh karena itulah, isi paragraf deskripsi merupakan gambaran lengkap dari sebuah objek yang disusun dalam berbagai kalimat.

 

Demikianlah berbagai jenis paragraf, yang digolongkan berdasarkan letak gagasan utamanya dan menurut tujuannya. Setelah memahaminya, kita akan dengan mudah menggali informasi secara umum dalam suatu teks atau bacaan. Informasi merupakan penerangan, pemberitaan, atau penyampaian kabar berkaitan dengan masalah, kejadian, atau peristiwa yan terjadi. Setelah kita tahu gambaran umumnya, kita bisa menggali informasi lebih mendalam dan menyeluruh melalui berbagai cara, antara lain: (1) memahami judul bacaan; (2) membaca kalimat demi kalimat dalam setiap paragraf dengan saksama; (3) memahami makna setiap kata dalam kalimat dengan tepat supaya maksud penulis dapat dengan mudah dipahami; (4) menemukan informasi dalam bacaan dengan mengajukan pertanyaan ADIKSIMBA (apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, bagaimana). Selain hal tersebut, menemukan informasi dalam bacaan dapat dilakukan dengan cara membaca intensif pada suatu bacaan.

 

Membaca intensif merupakan cara yang dilakukan secara saksama terhadap berbagai rincian suatu teks atau bacaan. Membaca intensif dilakukan untuk meneliti dan memahami informasi dalam suatu bacaan. Setelah memahami maksud suatu bacaan, kita akan mudah menemukan ide pokok teks atau bacaan dan kita akan mudah dalam membuat atau menyajikan informasi ke dalam suatu ringkasan dari suatu teks atau bacaan. Ringkasan adalah adalah sajian singkat dari kejadian atau peristiwa yang panjang. Ringksan adalah hasil dari karangan yang asli tetapi dalam penyajiannya harus tetap mempertahankan urutan dan rumusan yang asli dari pengarangnya. Selain ringkasan, kita juga dapat menyajikan informasi ke dalam ikhtisar pada suatu bacaan. Ikhtisar merupakan sebuah penyajian singkat dari sebuah karangan asli yang tidak perlu memberikan seluruh isi dari karangan asli secara proporsional. Bisa dikatakan, ikhtisar merupakan sebuah bagian yang sangat penting setelah membuat kesimpulan dan juga rekomendasi. Ikhtisar mengandung topik persoalan serta tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut. Selain menyajikan dalam bentuk ringkasan dan ikhstisar, penyajian informasi suatu bacaan dapat disajikan ke dalam bentuk peta pikiran.

 

Setelah kita membaca teks atau bacaan dan menemukan ide pokok dalam setiap paragraf, kita dapat membuat peta pikiran berdasarkan bacaan atau teks yang kita baca. Peta pikiran adalah proses memetakan pikiran untuk menghubungkan ide-ide ke dalam bentuk grafik, diagram, dan gambar. Peta pikiran akan memudahkan memahami keseluruhan isi bacaan. Langkah-langkah membuat peta pikiran adalah sebagai berikut: (1) pastikan tema utama bacaan terletak di tengah; (2) Melalui tema utama tersebut akan muncul ide-ide turunan yang masih berkaitan dengan tema utama; (3) carilah hubungan antara setiap ide dan tandai dengan garis, warna atau simbol; (4) buatlah peta pikiran di atas kertas polos; (5) sisakan ruang untuk penambahan ide.

 

Demikianlah materi menemukan informasi bacaan. Semoga menambah wawasan kita semuanya.

 

Catatan:

Sebagai latihan, kerjakan Buku PR Tema 6 & 7 halaman 19 yang A dan B. Kerjakan pada Buku PR Tema kalian masing-masing dan jangan lupa kirimkan pekerjaanmu ke Ustadz kalian ya!