Showing posts with label salat sunah. Show all posts
Showing posts with label salat sunah. Show all posts

Thursday, March 9, 2023

Salat Hajat


 

Kehidupan orang beriman mengharuskannya menghadapi berbagai ujian. Orang beriman yang menempuh ujian tentu akan mendapat hikmah dari ujian tersebut. Menurut riwayat, terdapat hadis yang menerangkan mengenai salat hajat. Adapun salat hajat tersebut diriwayatkan diperuntukkan bagi yang sedang dirundung ujian kesulitan atau memiliki sebuah kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit mengulas mengenai: (a) pengertian salat hajat; (b) waktu dan tempat salat hajat; (c) bilangan rakaat dan tata cara salat hajat; (d) hukum salat hajat; dan (e) penjelasan singkat.

 

A. Pengertian Salat Hajat

Hajat berarti keinginan atau kebutuhan. Sebagai manusia beriman pasti mempunyai hajat, baik hajat duniawi maupun ukhrawi. Hajat tersebut tidak bisa dicapai dengan kekuatan manusia yang lemah. Oleh karena itu manusia sangat memerlukan pertolongan Allah SWT supaya hajatnya tersebut dapat tercapai. Salat hajat diriwayatkan adalah salat yang di kerjakan seorang hamba karena punya keinginan atau keperluan yang ingin dicapainya, baik kepada Allah SWT atau kepada manusia, terkait keinginan dunia atau akhirat, dengan cara tertentu. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ الْخَفَّافُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَرْقَاءِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللَّهِ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ، وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيُثْنِ عَلَى اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجَلَّ وَعَلا، وَلْيُصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلامَةَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، اللَّهُمَّ لا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلا غَفَرْتَهُ، وَلا هَمًّا إِلا فَرَّجْتَهُ، وَلا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًى إِلا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. ابن المبارك

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Husain, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul Whhab bin ‘Atha Al Khaffaf, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abul Warqa’, dari ‘Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudu dan memperbagus wudunya, lalu salat dua rakaat. Kemudian (setelah selesai salat) ia memuji Allah, lalu membaca selawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca: LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN (Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih). (HR. Ibnu Al Mubarak, no. 1072).

Keterangan: Rawi yang bernama 'Abul Warqa’ adalah Fa'id bin 'Abdur Rahman. Terkait Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

Selain hadis tersebut, biasanya dalil salat hajat juga dikaitkan dengan hadis berikut ini.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ يَعْنِي أَبَا مُحَمَّدٍ الْمَرَئِيَّ التَّمِيمِيَّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَعَلَّمُ مِنْهُ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ آذِنْ النَّاسَ بِمَوْتِي فَآذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِهِ فَجِئْتُ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ فَقُلْتُ قَدْ آذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِكَ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ أَخْرِجُونِي فَأَخْرَجْنَاهُ قَالَ أَجْلِسُونِي قَالَ فَأَجْلَسْنَاهُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلًا أَوْ مُؤَخِّرًا قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالِالْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلَا تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Maimun, yakni Abu Muhmad Al Mara`i At Tamimi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Katsir dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata: "Aku menyertai Abu Darda' untuk belajar darinya, maka ketika ajalnya tiba dia berkata: "Sebarkanlah kepada orang-orang akan kematianku," maka aku pun menyebarkannya kepada orang-orang. Ketika aku kembali, ternyata rumahnya telah penuh dengan orang." Yusuf berkata: "Aku berkata: "Aku telah sebarkan kepada orang-orang tentang kematianmu (sakaratul maut), dan ternyata rumah-(mu) telah penuh (dengan orang). Kemudian Abu Darda' berkata: "Keluarkanlah aku," maka kami mengeluarkannya. Kemudian dia berkata: "Dudukkanlah aku." Yusuf berkata: "Maka kami pun mendudukkannya, kemudian dia (Abu Darda') berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa berwudu dan menyempurnakan wudunya, kemudian dia berdiri dan melaksanakan salat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan apa yang dia minta dengan segera atau di akhirkan," kemudian Abu Darda' melanjutkan, "Wahai manusia, jauhilah oleh kalian menoleh dalam salat, karena tidak ada salat bagi orang yang menoleh, jika kalian kalian terkalahkan dalam salat sunah, maka jangan sampai itu terjadi dalam salat wajib." (HR. Ahmad, no. 26225).

Keterangan: Hadis tersebut terdapat rawi yang bernama Maimun. Dia majhul. Selain itu, ada rawi yang tidak diketahui sehingga rantai sanadnya terputus. Yusuf bin Abdullah bin Salam adalah sahabat, sementara itu Yahya bin Abi Katsir Shalih bin Al Mutawakkil merupakan tabi’in kalangan biasa yang wafat pada tahun 132H.

 

B. Waktu dan Tempat Salat Hajat

Menurut riwayat yang ada, waktu pelaksanaan salat hajat dilakukan kapan saja, yakni baik siang maupun malam. Adapun tempat salat pada umumnya dapat dilaksanakan di mana saja. Namun demikian dengan catatan tempat yang digunakan untuk salat adalah suci dan bukan tempat-tempat yang dilarang atau tidak memungkinkan untuk melaksanakan salat.

 

C. Bilangan Rakaat dan Tata Cara Salat Hajat

Salat hajat diriwayatkan adalah salat sebanyak 2 rakaat. Namun demikian ada yang menyatakan bilangan rakaatnya sampai dengan 12 rakaat yang dikerjakan selama seminggu berturut-turut. Salat hajat jika dilakukan sebanyak 12 rakaat, setiap 2 rakaatnya diakhiri dengan salam. Diriwayatkan tata cara salat hajat sebagaimana umumnya salat. Namun yang membedakan dengan salat lain adalah bacaan setelah salat hajat dilakukan. Adapun bacaan yang dimaksud adalah sebangai berikut.

1. Membaca tahimd

2. Membaca selawat Nabi

3. Membaca Tahlil. Tidak menutup kemungkinan ada bacaan tahlil yang digunakan untuk salat hajat selain lafal berikut.

Teks arab:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ. سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

 

Transliterasi:

LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN

 

Artinya:

Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih.

 

D. Hukum Salat Hajat

Dalil salat hajat terdapat pada hadis. Riwayat yang menyebutkan tentang salat hajat ini adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عِيسَى بْنِ يَزِيدَ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ السَّهْمِيُّ و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَكْرٍ عَنْ فَائِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللَّهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَلْيُحْسِنْ الْوُضُوءَ ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللَّهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ. سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ فَائِدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ وَفَائِدٌ هُوَ أَبُو الْوَرْقَاءِ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Isa bin Yazid Al Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bakr As Sahmi dan telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Munir dari Abdullah bin Bakr dari Fa'id bin Abdurrahman dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudu dan memperbagus wudunya, lalu salat dua rakaat. Kemudian (setelah selesai salat) ia memuji Allah, lalu membaca selawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca: LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN (Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih). Abu Isa berkata: hadis ini gharib dan dalam sanadnya ada sesutatu yang perlu dibicarakan, Fa'id bin Abdurrahman telah dilemahkan dalam masalah hadis, dan Fa'id adalah 'Abul Warqa'. (HR. Tirmidzi, no. 441).

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

Melalui hadis tersebut, kaum muslimnin berbeda paham. Adapun paham yang ada diantaranya adalah sebagai berikut.

 

1. Pendapat Pertama

Salat hajat adalah salah satu salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang sedang memiliki hajat tertentu baik hajat yang berkaitan dengan kemaslahatan agama dan duniawinya. Salat hajat ini merupakan salah satu bentuk munajat seorang hamba kepada Allah SWT. Selain berpijak pada hadis yang disebutkan, salat hajat juga berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ سَيَّارٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ يُعَافِيَنِي فَقَالَ إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ لَكَ وَهُوَ خَيْرٌ وَإِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ فَقَالَ ادْعُهْ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ. قَالَ أَبُو إِسْحَقَ هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshur bin Sayyar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ja'far Al Madani dari 'Umarah bin Khuzaimah bin Tsabit dari Utsman bin Hunaif, ia berkata: "Seorang lelaki buta datang kepada Nabi SAW seraya berkata: "Doakanlah aku agar Allah menyembuhkanku." Beliau bersabda: "Apabila kamu mau, maka aku tangguhkan bagimu dan itu lebih baik, dan jika kamu mau maka aku akan mendoakanmu," Ia berkata: "Doakanlah." Maka beliau menyuruhnya agar berwudu dan membaguskan wudunya, kemudian salat dua rakaat dan berdoa: Alloohumma inni asaluka wa atawajjahu ilaika bimuhammadin nabiyi-rahmah, ya Muhammad inni qod tawajjahtu bika ila rabbi fii haajatii, hadzihi lituqdla, Alloohumma Syaffa’hu fiiy (Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dan menghadap kepada-Mu dengan perantaraan Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, aku telah menghadap dengan perantaraanmu kepada Rabbku di dalam hajatku ini agar terpenuhi. Ya Allah, berilah syafa'at kepadanya bagi diriku)." Abu Ishaq berkata: "Ini hadis shahih." (HR. Ibnu Majah, no. 1375).

 

2. Pendapat Kedua

Ibadah bisa silaksanakan apabila ada dalil yang kuat dan jelas. Mengingat hadis yang menjadi dalil salat hajat adalah lemah, maka salat hajat tidak bisa diamalkan/ dilaksanakan. Dalil salat hajat lemah karena ada rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

E. Penjelasan Singkat

Melalui berbagai hadis yang ada, penulis lebih condong pada pendapat yang kedua. Adapun pendapat kedua mentengahkan bahwa ibadah bisa silaksanakan apabila ada dalil yang kuat dan jelas. Mengingat hadis yang menjadi dalil salat hajat adalah lemah, maka salat hajat tidak bisa diamalkan/ dilaksanakan. Dalil salat hajat terdapat pada hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 dan semuanya diriwayatkan melalui ‘Abul Warqa’ atau Fa'id bin 'Abdur Rahman. Dalil salat hajat lemah karena ada rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib. Selain itu juga, salat hajat juga dikaitkan dengan hadis riwayat Ahmad nomor 26225. Hadis riwayat Ahmad nomor 26225 terdapat rawi yang bernama Maimun. Dia majhul. Selain itu, ada rawi yang tidak diketahui sehingga rantai sanadnya terputus. Yusuf bin Abdullah bin Salam adalah sahabat, sementara itu Yahya bin Abi Katsir Shalih bin Al Mutawakkil merupakan tabi’in kalangan biasa yang wafat pada tahun 132H. Pada hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 menerangkan tentang berwudu dan membaguskan wudunya, kemudian salat dua rakaat dan berdoa. Kaifiyat salat dalam hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 tidak serinci hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 yang lemah. Maksudnya adalah pada hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 tidak memuat ketentuan setelah salat dua rakaat untuk membaca tahimd, membaca selawat Nabi, dan membaca tahlil. Namun pada hadis tersebut hanya memuat salat dua rakaat lalu dilanjutkan dengan doa. Hal tersebut tidak seperti matan pada  hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 yang termasuk hadis lemah.

 

Hadis lemah tentu tidak bisa digunakan sebagai landasan hukum dalam beribadah. Hendaknya kita berhati-hati dalam beribadah, khususnya ibadah mahdlah. Andaikata riwayat salat hajat tersebut benar-benar dari Rasulullah SAW, maka tentu salat hajat hukumnya sunah. Oleh sebab itu bila terpaksa tidak melaksanakan sama sekali maka tidak berdosa. Memilih tidak melakukan salat hajat adalah sebagai upaya kehati-hatian kita dan hendaknya tidak melakukan suatu bentuk ibadah yang belum jelas dan bahkan belum cukup kuat dasar hukumnya. Berbagai perbedaan pendapat yang ada adalah khilafiyah furu'iyyah (perbedaan dalam cabang hukum agama) sehingga tidak semestinya menyudutkan di antara pendapat-pendapat yang ada. Sebagai kaum muslim yang benar-benar mengamalkan ajaran Islam, sudah semestinya kita tidak mempermaslahkan perbedaan pendapat. Hal tersebut karena diantara perbedaan yang ada itu lebih banyak persamaan. Marilah saling menghormati antara satu dengan lainnya karena sesama muslim adalah saudara. Wallahu a’lam bishshawwab.

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat sunah dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

 

 

Thursday, March 2, 2023

Salat Gerhana


 

Fenomena alam gerhana dapat diprediksi melalui kecanggihan teknologi dan perhitungan yang presisi. Sementara itu, umat Islam dianjurkan mengerjakan amalan yang dinamakan salat kusuf/ khusuf selama gerhana ini berlangsung. Tentu ketika ada kesempatan beramal salih, umat Islam akan senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakannya. Supaya lebih paham tentang salat kusuf/ khusuf (gerhana), pada kesempatan kali ini akan membahas: (a) pengertian salat gerhana; (b) hukum salat gerhana; (c) waktu dan tempat salat gerhana; (d) tata cara dan bilangan rakaat salat gerhana; dan (e) anjuran memerdekakan budak, bersedekah, istigfar, zikir dan salat ketika terjadi gerhana.

 

A. Pengertian Salat Gerhana

Salah satu amalan apabila terjadi gerhana adalah dengan melakukan salat gerhana. Salat gerhana adalah salat sunah yang dikerjakan saat terjadi gerhana, baik gerhana matahari atau gerhana bulan. Salat yang dikerjakan saat terjadi gerhana dinamakan salat khusuf. Gerhana dalam bahasa Arab disebut khusuf. Ketika terjadi fenomena gerhana dianjurkan mengerjakan salat dua rakaat gerhana atau salat khusuf. Adapun Kusuf/ Khusuf ialah istilah yang diberikan untuk salat di waktu terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan.

 

B. Hukum Salat Gerhana

Dalil yang mendasari adanya syariat salat gerhana dijelaskan pada berbagai hadis yang ada. Adapun hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ ح و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَمُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ. فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا. ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى. ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ. ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ. وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ. ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ. فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ. لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ. فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلَاة.ِ وَقَالَ أَيْضًا فَصَلُّوا حَتَّى يُفَرِّجَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ فِي مَقَامِي هَذَا كُلَّ شَيْءٍ وُعِدْتُمْ حَتَّى لَقَدْ رَأَيْتُنِي أُرِيدُ أَنْ آخُذَ قِطْفًا مِنْ الْجَنَّةِ حِينَ رَأَيْتُمُونِي جَعَلْتُ أُقَدِّمُ. و قَالَ الْمُرَادِيُّ أَتَقَدَّمُ وَلَقَدْ رَأَيْتُ جَهَنَّمَ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا حِينَ رَأَيْتُمُونِي تَأَخَّرْتُ وَرَأَيْتُ فِيهَا ابْنَ لُحَيٍّ وَهُوَ الَّذِي سَيَّبَ السَّوَائِبَ وَانْتَهَى حَدِيثُ أَبِي الطَّاهِرِ عِنْدَ قَوْلِهِ فَافْزَعُوا لِلصَّلَاةِ وَلَمْ يَذْكُرْ مَا بَعْدَهُ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus. Dalam jalur lain, dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir dan Muhammad bin Salamah Al Muradi keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair dari Aisyah isteri Nabi SAW, ia berkata: "Sesungguhnya telah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW pergi ke masjid. Kemudian beliau berdiri dan bertakbir dan orang-orang bersaf di belakang beliau. Dalam salat tersebut Rasulullah SAW membaca bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir dan rukuk dengan rukuk yang panjang pula. Kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil membaca "Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu." Lalu beliau membaca lagi bacaan yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada bacaan yang pertama. Sesudah itu beliau bertakbir lalu rukuk dengan rukuk yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada rukuk yang pertama tadi. Kemudian beliau membaca (sambil mengangkat kepala) "Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu." Sesudah itu beliau sujud. Abu Thahir tidak menyebutkan lafal: kemudian beliau sujud. Kemudian beliau melaksanakan pada rakaat yang kedua sedemikian itu pula, sehingga genap empat kali rukuk dan empat kali sujud, sedang matahari pun muncul kembali sebelum beliau selesai (salat). Setelah itu Rasulullah SAW berkhotbah, memuji Allah SWT dengan pujian-pujian-Nya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Matahari dan bulan itu tidaklah gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Apabila kamu sekalian melihat yang demikian itu, maka segeralah untuk melaksanakan salat." Dan Rasulullah SAW juga bersabda: "Aku telah melihat di tempatku berdiri ini, yaitu segala sesuatu yang dijanjikan kepada kalian. Bahkan aku melihat diriku ingin memetik buah dari Jannah, yakni saat kalian melihatku maju." Dan Al Muradi berkata: Ataqaddam (maju ke depan)." Dan aku juga telah melihat neraka Jahannam yang saling menghancurkan satu sama lain, yaitu saat kalian melihatku mundur. Kemudian aku juga melihat di dalamnya ada Ibnu Luhay, yang telah mengirimkan As Sawa`ib (binatang yang dipersembahkan untuk berhala)." Hadis Abu Thahir berakhir pada ungkapannya: "Maka bersegeralah kalian untuk menunaikan salat." dan ia tidak menyebutkan sesudahnya. (HR. Muslim, no. 1500).

 

Sebagaimana dalam hadis dijelaskan tentang disyariatkannya salat gerhana, maka hukum mendirikan salat gerhana adalah sunah. Melalui hadis riwayat Muslim nomor 1500, ada ulama yang memahami bahwa salat Kusuf/ Khusuf atau salat Gerhana itu setiap rakaatnya adalah 2 Al-Fatihah dan 2 bacaan surat/ ayat. Ada pula ulama yang memahami bahwa bacaan surat/ ayatnya 2 kali, tetapi bacaan Al-Fatihahnya tetap 1 kali. Adapun penulis lebih condong pada pendapat yang menyatakan bahwa bacaan surat/ ayatnya 2 kali, tetapi bacaan Al-Fatihahnya tetap 1 kali. Hal tersebut dikarenakan tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca Surat Al Fatihah. Sementara itu, setiap rakaat membaca surat Al Fatihah sekali. Dikarenakan salat gerhana itu terdiri dari dua rakaat, maka surat Al Fatihah dibaca sekali pada tiap-tiap rakaat sehingga total membaca surat Al Fatihah pada salat gerhana dibaca dua kali saja (bukan totalnya empat kali membaca Al Fatihah). Wallahu a'lam.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Adullah, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Az Zuhri dari Mahmud bin Ar Rabi' dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak (sah) salat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al-Fatihah).” (HR. Bukhari, no. 714).

 

C. Waktu dan Tempat Salat Gerhana

Salat gerhana dilaksanakan di waktu terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan. Salat gerhana ini utamanya dilaksanakan di masjid secara berjamaah dan dengan khotbah sesudah salat gerhana ditunaikan.

 

D. Tata Cara dan Bilangan Rakaat Salat Gerhana

Salat gerhana atau biasa disebut salat kusuf/ khusuf ini utamanya dilaksanakan di masjid secara berjamaah dan dengan khotbah sesudah salat. Adapun salat gerhana ini tanpa azan dan ikamah. Namun salat gerhana ini ditegakkan dengan panggilan, misalnya: Ash-Sholaatu Jaami'ah (mari kita berkumpul untuk salat). Hadis yang menjadi dalilnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ قَالَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامِ بْنِ أَبِي سَلَّامٍ الْحَبَشِيُّ الدِّمَشْقِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ الزُّهْرِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَمَّا كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةٌ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Shalih, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Salam bin Abu Salam Al Habasyi Ad Dimsyqi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Katsir, ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin 'Abdurrahman bin 'Auf Az Zuhri dari 'Abdullah bin 'Amru RA berkata: Ketika terjadi gerhana matahari pada jaman Rasulullah SAW, diseru dengan panggilan: ”Ash-sholaatu jaami’ah (mari kita berkumpul untuk salat).” (HR. Bukhari, no. 987).

 

Salat gerhana yang merupakan salat sunah ini dikerjakan sebanyak 2 rakaat dengan bacaan nyaring (jahr). Adapun keterangan tersebut berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نَمِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ شِهَابٍ يُخْبِرُ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mihran, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim, telah mengabarkan kepada kami Abdurrahman bin Namr bahwa ia mendengar Ibnu Syihab mengabarkan dari Urwah dari Aisyah bahwasanya Nabi SAW membaca jahr dalam salat gerhana dan beliau salat dengan empat kali rukuk dan empat kali sujud dalam dua rakaat. (HR. Muslim, no. 1502).

 

Tata cara salat gerhana dijelaskan dalam berbagai hadis yang ada. Tata cara salat gerhana diantaranya sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kelima

و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ هِشَامٍ الدَّسْتَوَائِيِّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمٍ شَدِيدِ الْحَرِّ، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَصْحَابِهِ. فَأَطَالَ الْقِيَامَ حَتَّى جَعَلُوا يَخِرُّونَ. ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ. ثُمَّ قَامَ فَصَنَعَ نَحْوًا مِنْ ذَاكَ. فَكَانَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّهُ عُرِضَ عَلَيَّ كُلُّ شَيْءٍ تُولَجُونَهُ فَعُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ حَتَّى لَوْ تَنَاوَلْتُ مِنْهَا قِطْفًا أَخَذْتُهُ (أَوْ قَالَ: تَنَاوَلْتُ مِنْهَا قِطْفًا) فَقَصُرَتْ يَدِي عَنْهُ. وَعُرِضَتْ عَلَيَّ النَّارُ فَرَأَيْتُ فِيهَا امْرَأَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ تُعَذَّبُ فِي هِرَّةٍ لَهَا رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ. وَرَأَيْتُ أَبَا ثُمَامَةَ عَمْرَو بْنَ مَالِكٍ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ. وَإِنَّهُمْ كَانُوا يَقُولُونَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ إِلَّا لِمَوْتِ عَظِيمٍ وَإِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُرِيكُمُوهُمَا. فَإِذَا خَسَفَا فَصَلُّوا حَتَّى تَنْجَلِيَ. و حَدَّثَنِيهِ أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ الصَّبَّاحِ عَنْ هِشَامٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ وَرَأَيْتُ فِي النَّارِ امْرَأَةً حِمْيَرِيَّةً سَوْدَاءَ طَوِيلَةً وَلَمْ يَقُلْ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ya'qub bin Ibrahim Ad Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ulayyah dari Hisyam Ad Dastawa`i ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Zubair dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW di suatu hari yang sangat panas. Lalu Rasulullah SAW mengerjakan salat bersama para sahabat. Beliau berdiri lama sekali, sehingga banyak yang jatuh. Kemudian beliau rukuk lama, lalu bangun dan berdiri lama, lalu rukuk lama, kemudian bangun dan berdiri lama, kemudian sujud dua kali. Kemudian beliau berdiri dan melakukan seperti itu sehingga salatnya mengandung empat rukuk dan empat kali sujud. Setelah itu beliau bersabda, “Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku segala sesuatu yang akan kalian masuki. Diperlihatkan surga kepadaku, sehingga aku mengulurkan tangan akan mengambil petikan (buah) surga itu, tetapi tanganku tidak dapat mencapainya. Diperlihatkan pula kepadaku neraka. Aku melihat di dalamnya ada seorang perempuan Bani Israil yang disiksa sebab kucingnya, dia mengikat kucing itu tanpa memberinya makan dan tidak pula membiarkannya untuk makan serangga tanah. Aku juga melihat Abu Tsumamah ‘Amr bin Malik menarik ususnya di neraka.” Orang-orang berkata, “Sesungguhnya matahari dan bulan tidaklah gerhana melainkan karena meninggalnya orang yang agung.” Padahal, sebenarnya keduanya adalah dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah yang Dia tunjukkan kepada kalian. Karena itu, apabila keduanya gerhana, maka lakukanlah salat hingga muncul kembali.” Dan telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Shabah dari Hisyam dengan isnad ini semisalnya. Hanya saja ia menyebutkan: "Dan di dalam neraka aku melihat wanita Himyar yang berkulit hitam berpostur tubuh tinggi." Dan ia tidak menyebutkan, "Dari Bani Isra`il." (HR. Muslim, no. 1507).

Keterangan: Abu Tsumamah ‘Amr bin Malik, dalam riwayat lain disebut Ibnu Luhaiy (Luhaiy = nama laqobnya Malik), dan dalam riwayat lain disebut ‘Amr bin ‘Aamir Al-Khuza’iy. Ia adalah orang yang mula-mula mengada-adakan tentang Saaibah, Bahiirah dan Haam (sebagaimana tersebut dalam QS. Al-Maidah ayat 103).

 

Tata cara salat gerhana sebagaimana hadis yang ada, pada tiap-tiap rakaat mengandung 2 rukuk dan 2 sujud dengan cara sebagai berikut:

1. Takbiratul Ihram;

2. Membaca doa iftitah;

3. Membaca isti’adzah atau ta'awwudz;

4. Membaca Basmalah;

5. Membaca Surat Al-Fatihah;

6. Membaca Ta’min (Amin);

7. Membaca Surat/ Ayat Al-Qur'an;

8. Rukuk dan membaca tasbih rukuk;

9. I'tidal (berdiri tegak kembali);

10. Membaca Surat/ Ayat Al-Qur'an (tangan bersedekap seperti semula);

11. Rukuk dan membaca tasbih rukuk;

12. I'tidal (berdiri tegak kembali);

13. Sujud dan membaca tasbih sujud;

14. Duduk antara dua sujud;

15. Sujud kedua. Kemudian berdiri untuk rakaat yang kedua. Pada rakaat kedua dikerjakan seperti rakaat yang pertama, yaitu mulai dari urutan nomor 4, dan seterusnya;

16. Duduk attahiyyat dengan membaca tasyahhud dan selawat;

17. Salam.

 

Setelah salat gerhana dilaksanakan, kemudian imam berkhotbah. Sementara itu para jamaah tenang untuk mendengarkan khotbah.

 

E. Anjuran Memerdekakan Budak, Bersedekah, Istigfar, Zikir dan Salat Ketika Terjadi Gerhana

Ketika terjadi peristiwa gerhana, sebagai kaum muslimin hendaknya melakukan beberapa hal sebagaimana tuntunan dalam agama Islam. Adapun sebagaimana tuntunan disebutkan bahwa kaum muslimin ketika terjadi gerhana hendaknya memerdekakan budak, besedekah, istigfar, zikir, dan mendirikan salat. Adapun dalil yang mendasarinya adalah sebagai berikut.

 

1. Memerdekakan Budak

Hadis yang menunjukkan sebagaimana tuntunan disebutkan bahwa kaum muslimin ketika terjadi gerhana hendaknya memerdekakan budak adalah sebagai berikut.

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا رَبِيعُ بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ فَاطِمَةَ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ: لَقَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَتَاقَةِ فِي كُسُوفِ الشَّمْسِ. البخاري

Artinya:  Telah menceritakan kepada kami Rabi' bin Yahya, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Za'idah dari Hisyam dari Fatimah dari Asma' (binti Abu Bakar), ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan untuk memerdekakan budak ketika terjadi gerhana matahari.” (HR. Bukhari, no. 995).

 

2. Bersedekah

Hadis yang menunjukkan sebagaimana tuntunan disebutkan bahwa kaum muslimin ketika terjadi gerhana hendaknya bersedekah adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketujuh

و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَأَطَالَ الْقِيَامَ جِدًّا ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ جِدًّا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِيَامَ جِدًّا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ جِدًّا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَكَبِّرُوا وَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ إِنْ مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرَ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا وَلَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ. وَفِي رِوَايَةِ مَالِكٍ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ و حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَزَادَ أَيْضًا ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Malik bin Anas dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah. Dalam jalur lain, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, dan lafalnya juga darinya, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Bapaknya dari Aisyah, ia berkata: “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Kemudian beliau berdiri untuk shalat (gerhana). Beliau berdiri lama sekali, lalu rukuk dengan lama sekali, kemudian bangun dari rukuk dan berdiri lama sekali, tetapi tidak seperti lama berdirinya yang pertama, lalu beliau rukuk lama sekali, tetapi tidak seperti rukuknya yang pertama, lalu beliau sujud. Kemudian beliau berdiri lama, tetapi tidak seperti lama berdirinya yang pertama, lalu beliau rukuk lama tetapi tidak seperti lama rukuknya yang pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya (bangkit), lalu berdiri lama, akan tetapi tidak seperti lama berdirinya yang pertama, kemudian beliau rukuk lama, tetapi tidak seperti lama rukuknya yang pertama, lalu beliau sujud. Ketika Rasulullah SAW selesai salat, matahari telah bersinar terang. Lalu beliau menyampaikan khotbah di hadapan para jamaah. Beliau pertama-tama memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidaklah gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Maka apabila kalian melihat yang demikian itu, bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, salatlah dan bersedekahlah.” Hai umat Muhammad, sungguh tidak ada kebencian yang melebihi kebencian Allah jika ada hamba-Nya (lelaki atau perempuan) yang berzina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Bukankah aku telah menyampaikan?" Dan dalam riwayat Malik: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat dari ayat-ayat Allah." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin 'Urwah dengan isnad ini. Dan ia juga menambahkan: "Amma Ba'du, sesungguhnya matahari dan bulan termasuk dari ayat-ayat Allah." Ia juga menambahkan: "Kemudian beliau mengangkat keduanya tangannya dan membaca: 'Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?'" (HR. Muslim, no. 1499).

 

3. Istigfar dan Zikir

Hadis yang menunjukkan sebagaimana tuntunan disebutkan bahwa kaum muslimin ketika terjadi gerhana hendaknya istigfar dan zikir adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kedelapan

حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ. وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ الْعَلَاءِ كَسَفَتْ الشَّمْسُ وَقَالَ يُخَوِّفُ عِبَادَهُ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al Asy'ari Abdullah bin Barrad dan Muhammad bin Al Ala`, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa ia berkata: Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi SAW, lalu Nabi SAW bangkit, terkejut dan takut kalau terjadi hari kiamat. Lalu beliau pergi ke masjid, lalu salat dengan berdiri, rukuk dan sujud yang sangat lama, yang saya belum pernah melihatnya sama sekali beliau mengerjakan yang seperti itu. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya tanda-tanda kekuasaan Allah yang Allah kirimkan ini tidaklah terjadi karena matinya seseorang dan tidak pula karena lahirnya seseorang, akan tetapi Allah mengirimkannya agar hamba-hamba-Nya takut kepada-Nya. Apabila kalian melihat kejadian yang demikian itu, maka berlindunglah kepada Allah dengan berzikir, berdoa, dan istigfar (mohon ampun kepada-Nya).” Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Al 'Alaa' disebutkan: "Terjadi gerhana matahari" dan dia berkata: "Untuk menakut-nakuti hamba-Nya." (HR. Muslim, no. 1518).

 

4. Mendirikan Salat

Hadis yang menunjukkan sebagaimana tuntunan disebutkan bahwa kaum muslimin ketika terjadi gerhana hendaknya mendirikan salat adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesembilan

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ قَالَ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ: انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Zaidah berkata: Telah menceritakan kepada kami Ziyad bin 'Alaqah, ia berkata: Aku mendengar Al Mughirah bin Syu'bah berkata: ”Pernah terjadi gerhana matahari (di masa Rasulullah SAW) pada hari meninggalnya Ibrahim (putra Rasulullah SAW), lalu orang-orang mengatakan, “Matahari ini gerhana karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, tidak terjadi gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya, berdoalah kepada Allah dan salatlah, hingga muncul kembali.” (HR. Bukhari, no. 1000).

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat gerhana. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat sunah dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.